
Dipublikasikan pada, 25 Agustus -- 25 Agustus 2025 12:52 AM
Serangan yang terus-menerus terhadap Gaza telah mencapai tingkat yang tidak dapat dibenarkan baik secara moral maupun hukum. Seluruh lingkungan hidup berada dalam kehancuran, rumah sakit telah dihancurkan, dan populasi yang dikelilingi sebanyak dua juta orang kini menghadapi dua bencana sekaligus yaitu pengeboman dan kelaparan. Badan-badan PBB telah memperingatkan tentang sebuah "bencana yang dibuat manusia", dengan anak-anak yang lapar di mana hanya bisa digambarkan sebagai hukuman kolektif. Penargetan sengaja terhadap warga sipil dan penolakan bantuan kemanusiaan merupakan pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional.
Mengatasi retorika kosong, ini adalah ujian kesadaran internasional. Kebisuan, atau bahkan lebih buruk, ketidakjelasan dari ibu kota Barat telah semakin mengikis otoritas moral mereka. Panggilan berulang untuk kendali diri dibantah oleh aliran senjata yang terus-menerus memungkinkan kampanye Israel. Bandingkan dengan gelombang kemarahan global yang meningkat: demonstrasi besar di kota-kota Barat, pengutukan oleh kelompok hak asasi manusia, dan semangat solidaritas masyarakat sipil yang berkembang. Jurang antara pemerintah dan rakyat jarang terlihat begitu jelas.
Bagi Pakistan dan dunia Muslim yang lebih luas, Gaza bukanlah tragedi yang jauh, tetapi pengingat nyata akan ketidakadilan yang belum terselesaikan di inti Timur Tengah. Posisi Islamabad telah jelas: mengecam agresi Israel, mendukung otonomi Palestina, dan menolak segala rencana pendudukan atau pengusiran. Pakistan telah memanfaatkan setiap forum yang tersedia, baik melalui OIC, Majelis Umum PBB, atau diplomasi bilateral, untuk menyoroti pelanggaran ini dan meminta pertanggungjawaban. Namun, retorika kini harus berubah menjadi strategi yang terkoordinasi: membangkitkan dunia Selatan, memobilisasi mekanisme hukum internasional, serta mendorong koridor kemanusiaan yang mendesak.
Pada intinya, ini adalah krisis hukum internasional. Kelaparan terhadap penduduk sipil, pengeboman yang tidak terpilih, dan pengungsian paksa semuanya merupakan kejahatan perang berdasarkan Konvensi Jenewa. Pengadilan Pidana Internasional tidak boleh tetap lumpuh menghadapi pelanggaran yang sangat parah ini. Tidak juga Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat terus menjadi tebusan oleh politik veto. Jika sistem multilateral gagal merespons secara tegas, kredibilitasnya akan mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Pertempuran narasi sama pentingnya. Dengan jurnalis asing yang dilarang masuk ke Gaza dan para wartawan lokal yang tewas dalam jumlah rekor, dunia kehilangan kebenaran yang tidak disensor. Dalam kekosongan ini, informasi palsu berkembang pesat. Media independen - baik di Pakistan maupun di luar negeri - harus mampu menembus kabut ini, karena perang tidak hanya dimenangkan di medan perang tetapi juga dalam persaingan cerita.
Gaza hari ini berdiri sebagai cermin bagi kemanusiaan kita bersama. Membiarkan blokade terus berlangsung adalah pengkhianatan tidak hanya kepada rakyat Palestina tetapi juga prinsip-prinsip hukum dan keadilan yang menjadi dasar urutan internasional. *
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!