
Perubahan Kebijakan Keuangan dan Dampaknya pada Ekonomi
Kualitas kebijakan ekonomi di Indonesia kini sedang menjadi perhatian utama. Kementerian Keuangan, yang kini dipimpin oleh Yudhi Sadewa, mulai menunjukkan perubahan signifikan dalam pendekatannya. Tidak lagi hanya berfokus pada gaya komunikasi atau pilihan kata, tetapi lebih pada esensi dari kebijakan yang diambil.
Salah satu contoh kebijakan yang sedang dibahas adalah penarikan dana pemerintah yang terkumpul di Bank Indonesia (BI). Jumlah uang tersebut mencapai Rp450 triliun, dengan sebagian besar akan dialihkan ke sistem keuangan. Dana ini akan ditempatkan di bank-bank milik pemerintah seperti Bank Mandiri, BRI, BTN, BNI, dan BSI. Tujuannya adalah agar uang tersebut dapat digunakan untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat. Dengan demikian, dunia usaha akan semakin hidup, ekonomi tumbuh, dan pajak pun bisa terbayarkan. Selain itu, jumlah uang yang beredar di masyarakat juga akan meningkat.
Dana APBN yang disimpan di BI memiliki dasar hukum. Ada Undang-Undang dan peraturan menteri keuangan yang mengatur bahwa dana yang belum digunakan harus ditempatkan di BI. Hal ini dilakukan sebagai langkah pengamanan dan memastikan bahwa dana tersebut tersedia ketika dibutuhkan. Namun, alasan mengapa dana tersebut belum digunakan adalah karena adanya sisa anggaran dari tahun sebelumnya maupun anggaran yang programnya belum dijalankan.
Pertanyaannya adalah apakah dana tersebut boleh ditarik dan ditempatkan di bank komersial? Beberapa pihak mempertanyakan hal ini, karena dianggap melanggar UU dan peraturan menteri keuangan. Meskipun peraturan menteri keuangan bisa diubah, jika melanggar UU maka akan ada konsekuensi hukum.
Masalah yang lebih mendalam adalah seberapa besar dana APBN yang seharusnya disimpan di BI. Jika terlalu besar, berarti banyak program pembangunan yang tidak berjalan. Pertanyaan lainnya adalah apakah semua program benar-benar memberikan dampak positif bagi masyarakat. Bagi sebagian orang, jika suatu program dianggap tidak penting, lebih baik tidak dijalankan dan uangnya disimpan di BI.
Menkeu Purbaya tampaknya telah melakukan perhitungan matang. Sisa dana sebesar Rp240 triliun masih cukup sebagai cadangan. Namun, langkah memindahkan dana tersebut ke bank komersial bisa dianggap kurang pruden, terlebih jika dibandingkan dengan pendekatan yang diambil oleh Menteri Keuangan sebelumnya, Sri Mulyani.
Masalah lain yang muncul adalah perlunya pemerintah segera melonggarkan cekikan ekonomi. Menurut Yudhi Sadewa, cekikan tersebut sudah berlangsung sejak Mei 2025. Salah satu alternatif yang bisa diambil adalah memaksa bank komersial untuk menyalurkan kredit lebih banyak. Namun, saat ini bank-bank komersial cenderung menghindari penyaluran kredit karena sulit menemukan nasabah yang layak. Mereka juga takut menghadapi kredit macet.
Akibatnya, bank komersial lebih memilih menempatkan dana mereka di BI. Alasannya adalah karena BI menawarkan bunga yang lebih tinggi dibandingkan bunga yang diberikan oleh bank komersial. Hal ini menyebabkan fungsi bank komersial bergeser dari menyalurkan kredit ke membeli surat berharga di BI.
Perdebatan tentang suku bunga SBN dan SUN yang tinggi juga menjadi topik hangat. Ini merupakan rujak tersendiri yang akan menjadi perdebatan yang sangat bermutu. Di akhir perdebatan, akan muncul realita bahwa dalam ekonomi ada beberapa aliran dengan strategi masing-masing. Presiden Prabowo akan dihadapkan pada pilihan-pilihan aliran ekonomi, yang menunjukkan pentingnya memiliki presiden yang memahami ekonomi.
Penunjukan Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan mengindikasikan bahwa Presiden Prabowo sedang memilih aliran ekonomi yang tepat. Rakyat biasa, seperti kita, tidak tahu secara detail mengenai perdebatan ini. Mereka hanya merasakan dampak ekonomi di sekitar mereka. Mereka lebih mudah mencari uang, sayangnya, ada yang mengalir ke luar negeri. PPATK pernah mencatat angka sebesar Rp359 triliun, bahkan ada yang memperkirakan hingga Rp1.200 triliun.
Jika angka tersebut benar, maka kenaikan ekonomi juga disebabkan oleh cekikan judi online. Hal ini tidak memerlukan debat lagi, karena solusinya jelas: Kementerian Komunikasi dan Informatika harus bertindak tegas dengan memblokir situs-situs judi online.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!