
Faktor Lingkungan yang Memperparah Bencana Banjir di Bali
Bencana banjir yang terjadi di Bali tidak hanya disebabkan oleh kondisi cuaca ekstrem, tetapi juga oleh berbagai faktor lingkungan yang memperburuk situasi. Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Rasio Ridho Sani, menjelaskan bahwa alih fungsi lahan, bangunan di sempadan sungai, serta masalah sampah menjadi penyebab utama peningkatan risiko banjir.
“Kita sedang mendalami penyebab bencana banjir di Bali. Tim kami sedang bekerja untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi pada kejadian tersebut,” ujar Rasio setelah berdialog dengan wartawan di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Jumat (19/9).
Menurutnya, curah hujan yang sangat tinggi, sekitar 245 mm per hari, menjadi pemicu awal banjir. Namun, kondisi lingkungan yang tidak terkelola dengan baik turut memperparah dampaknya.
“Ada tiga faktor utama yang berkaitan dengan lingkungan. Pertama adalah alih fungsi lahan, terutama di daerah-daerah aliran sungai. Kedua, ketidaksesuaian kegiatan dengan tata ruang, seperti bangunan di sempadan sungai. Ketiga, masalah sampah yang ditemukan di sekitar area banjir,” jelas Rasio.
Dia menambahkan, banyak bangunan yang dibangun di daerah rawan banjir, termasuk di sepanjang sungai. Selain itu, sampah yang tidak dikelola dengan baik juga berpotensi menyumbat aliran air, sehingga memperparah banjir.
“Sampah-sampah ini bisa masuk ke sungai dan menyebabkan aliran air terhambat. Hal ini memperkuat kontribusi faktor lingkungan dalam bencana banjir,” tambah Rasio.
Program Proper dan Penilaian Perusahaan
Selain fokus pada bencana banjir, KLH juga merilis hasil sementara dari Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (Proper). Dari total 5.476 perusahaan yang dinilai, masih banyak yang mendapat peringkat merah.
“Sebanyak 229 perusahaan di bidang perhotelan di Bali belum patuh dalam pengelolaan lingkungan. Kami masih menunggu informasi tambahan dari mereka dan akan memberikan hasil sanggahan yang diberikan,” jelas Rasio.
KLH memberikan waktu hingga 27 September 2025 bagi perusahaan untuk mengajukan sanggahan sebelum hasil akhir diumumkan. Proses ini dilakukan sebagai bentuk transparansi dalam pelaksanaan Proper.
“Kami memberi kesempatan kepada perusahaan-perusahaan tersebut hingga tanggal 27 September. Jika ada perkembangan lebih lanjut, kami akan segera memberitahu mereka,” ujar Rasio.
Pengetatan Kriteria Proper Tahun Ini
Tahun ini, kriteria Proper diperketat, termasuk penambahan aspek baru dalam penilaian. Salah satu penambahan tersebut adalah pengelolaan sampah.
“Kami menilai kepatuhan dalam pengelolaan air, udara, limbah B3, dan juga pengelolaan sampah. Ini menjadi bagian dari peningkatan standar penilaian,” jelas Rasio.
Jika setelah proses sanggahan, perusahaan tetap tidak patuh, KLH akan melakukan langkah-langkah hukum. Sanksi administratif, perdata, maupun pidana dapat diberlakukan.
“Apabila perusahaan tetap tidak patuh, kami akan menjatuhkan sanksi sesuai dengan instrumen yang berlaku,” tegas Rasio.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!