
Kisah Mengharukan Paskibraka NTT yang Rela Gadai Ponsel demi Mewakili Daerahnya
Paulus Gregorius Afrizal, yang akrab dipanggil Afril, adalah salah satu anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) nasional yang membanggakan. Dengan kegigihannya, ia mewakili Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam upacara perayaan kemerdekaan Indonesia di Istana Negara. Meski berasal dari keluarga sederhana, Afril berhasil membuktikan bahwa semangat dan kerja keras bisa mengubah hidup.
Afril saat ini duduk di kelas XI Sekolah Menengah Atas Katolik Frateran (Smater) Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Baginya, masa latihan menjadi pengalaman berharga yang tidak hanya melatih fisik tetapi juga mental. Ia menjaga kesehatan dengan disiplin agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. "Latihannya tiap hari cukup konsisten dan kami juga menjaga kesehatan agar upacara berjalan lancar," ujarnya.
Selain menjadi Paskibraka, Afril juga aktif sebagai atlet karate. Di luar kegiatan tersebut, ia membantu ekonomi keluarga dengan berdagang jagung bakar pada akhir pekan. "Saya ingin meringankan beban orangtua saya. Jadi saya menyisihkan waktu untuk berjualan, latihan, dan tetap sekolah," kata dia. Selain itu, ia juga sering membantu ibunya dalam berjualan bakso pentol.
Kehidupan Sederhana yang Penuh Semangat
Afril lahir dari keluarga yang memiliki enam bersaudara. Meskipun kondisi ekonomi keluarga tidak begitu baik, ia selalu berusaha memberikan kontribusi. Bahkan, ia juga mencari tambahan uang dengan menjadi tukang ojek setelah pulang sekolah. "Selain dia (Afril) membantu saya di rumah, dia juga membantu saya mencari maksudnya untuk kebutuhan sehari-hari di rumah toh," kata ibunya, Magdalena Juliana.
Kisah paling menarik terjadi ketika Afril harus menghadapi kesulitan finansial untuk berangkat ke Jakarta. Setelah lolos seleksi tingkat provinsi, ia harus menghadapi biaya medis yang cukup besar. "Setelah lolos provinsi, saya bingung biaya untuk ke nasional. Ada satu kali medical check up yang harus diulang di Maumere. Biayanya Rp 175.000, sementara kami tidak punya uang sama sekali," cerita Juliana.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Juliana menjual perabotan rumah tangga. "Malam itu saya bilang ke Afril, 'Kita tidak punya lagi apa-apa yang bisa dijual. Biar mama jual kompor saja'. Besok paginya saya antar dia ke sekolah, lalu saya ke teman untuk menawarkan kompor," ujarnya. Akhirnya, Juliana mendapatkan pinjaman uang. Belum selesai sampai di situ, ia juga sempat menggadaikan ponsel milik adik Afril.
"Waktu mau berangkat ke Kupang, kami hanya punya bantuan Rp 500.000 dari Kesbangpol Kabupaten Sikka, tapi itu tidak cukup. Saya terpaksa pinjam uang lagi dan menggadai HP adik Afril, yang penting bisa sampai Kupang," ujar Juliana.
Prestasi di Sekolah
Di sekolah, Afril merupakan siswa yang sangat berprestasi. Ia selalu mendapat peringkat atau rangking di kelasnya bahkan masuk dalam lima besar. "Setiap hari Sabtu itu kan mereka eskulnya (ekstra kulikuler) bahasa Jerman. Terus setiap sore setiap hari setelah pulang sekolah dia istirahat di rumah sebentar, lalu dia menyelesaikan pekerjaan rumah seperti masak, beres rumah, itu baru dia pergi karate," ujar Juliana.
Afril bukan hanya tangguh dalam hal akademik dan olahraga, tetapi juga memiliki jiwa sosial yang tinggi. Ia selalu siap membantu keluarga dalam segala kondisi. Dengan semangat dan tekadnya, ia membuktikan bahwa keberhasilan tidak selalu ditentukan oleh kekayaan, tetapi oleh usaha dan ketekunan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!