Kekuasaan Presiden

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Kekuasaan Presiden

Peran Presiden dalam Pengangkatan dan Pemecatan Menteri

Salah satu hak istimewa yang dimiliki oleh presiden adalah prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri. Hak ini diatur dalam UUD 1945, khususnya Pasal 17 ayat (2), yang menyatakan bahwa menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden sendiri tanpa memerlukan persetujuan atau pertimbangan dari lembaga lain. Dalam konteks ini, presiden memiliki otoritas penuh untuk menentukan susunan kabinet.

Pada bulan September 2025, Presiden Prabowo Subianto kembali menggunakan hak tersebut dengan melakukan pergantian lima menteri, yaitu menteri keuangan, koperasi dan UKM, perlindungan pekerja migran, pemuda dan olahraga, serta posisi koordinasi politik dan keamanan. Perubahan ini menjadi momen penting dalam perjalanan politik Indonesia kontemporer.

Reshuffle sebagai Respons terhadap Tekanan Sosial dan Politik

Perubahan yang dikenal sebagai reshuffle ini tidak hanya sekadar rotasi jabatan administratif, tetapi juga respons terhadap tekanan sosial dan politik yang semakin kuat, terutama pasca Aksi Demonstrasi besar-besaran akhir bulan Agustus. Gelombang protes yang terjadi di berbagai kota mencerminkan beban ekonomi dan kekecewaan publik terhadap kinerja pemerintahan baik di legislatif maupun eksekutif. Hal ini menunjukkan adanya jurang kepercayaan antara masyarakat dan negara.

Dalam konteks ini, reshuffle kabinet berfungsi sebagai instrumen politik yang bersifat simbolik sekaligus praktis. Secara simbolik, pergantian menteri memberi pesan bahwa pemerintah menyadari keresahan publik dan bersedia mengambil langkah drastis untuk memperbaiki keadaan. Meskipun substansi kebijakan belum tentu berubah, reshuffle memberi kesan adanya pergeseran arah.

Secara praktis, reshuffle memberi peluang untuk merombak strategi, memperkuat loyalitas politik, serta menyesuaikan komposisi kabinet dengan kebutuhan menghadapi tantangan ekonomi dan sosial. Namun, pengalaman politik Indonesia menunjukkan bahwa reshuffle sering kali lebih didasarkan pada pertimbangan politik ketimbang evaluasi kinerja. Oleh karena itu, like and dislike sulit dihindari.

Dinamika Relasi Negara dan Masyarakat

Pergantian menteri dalam kabinet lebih sering dimaknai sebagai bagian dari negosiasi kekuasaan, baik untuk menjaga keseimbangan koalisi maupun untuk meneguhkan legitimasi pemerintahan. Dengan demikian, publik wajar mempertanyakan apakah langkah ini akan benar-benar menghasilkan perubahan substantif, atau hanya sekadar pergantian wajah yang tidak menyentuh persoalan mendasar.

Dari sisi sosial politik, pergantian ini mencerminkan adanya dinamika relasi antara negara dan masyarakat. Negara berusaha meredam ketegangan dengan cara menunjukkan aksi cepat (reaktif), sementara masyarakat menunggu bukti nyata dalam bentuk kebijakan yang berpihak. Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, masyarakat berharap kebijakan pemerintah tidak hanya menyelesaikan persoalan fiskal, tetapi juga menyentuh kehidupan sehari-hari seperti harga kebutuhan pokok, kesempatan kerja, serta perlindungan terhadap kelompok rentan.

Strategi “Bahasa Politik” dalam Menegosiasikan Legitimasi

Reshuffle juga memperlihatkan bagaimana pemerintah menggunakan strategi “bahasa politik” untuk menegosiasikan legitimasi. Bahasa ini tidak hanya hadir dalam wacana yang disampaikan kepada publik, tetapi juga dalam praktik politik berupa pergantian menteri, pembentukan kementerian baru, dan penataan ulang struktur kekuasaan. Semua itu pada dasarnya adalah bentuk komunikasi politik, di mana pemerintah berupaya menunjukkan kapasitas adaptif sekaligus mempertahankan kendali atas arah pembangunan.

Namun, persoalan utama yang masih mengemuka adalah kesenjangan antara simbol dan substansi. Pergantian menteri memang dapat memberi angin segar sesaat, tetapi legitimasi yang sejati hanya bisa diperoleh melalui kebijakan yang konsisten, adil, dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Tanpa itu, reshuffle berpotensi dipersepsikan sebagai manuver politik jangka pendek yang tidak memberi dampak nyata.

Kesiapan Pemerintah dalam Menghadapi Aspirasi Rakyat

Dari perspektif hubungan negara dan masyarakat, momen reshuffle ini penting untuk menilai seberapa jauh pemerintah peka (sensitif) terhadap aspirasi rakyat. Protes yang meluas bukan hanya ekspresi spontan, tetapi juga akumulasi dari kekecewaan yang mendalam. Jika reshuffle hanya berhenti pada pergantian figur, maka ketidakpuasan publik tidak akan mereda, bahkan bisa semakin menguat.

Sebaliknya, bila langkah ini diikuti dengan kebijakan nyata yang lebih inklusif dan responsif, maka ia bisa menjadi titik balik bagi pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap negara. Reshuffle kabinet seharusnya dilihat sebagai cermin dari dinamika politik Indonesia yang terus bergerak antara stabilitas dan krisis legitimasi. Ia menunjukkan bahwa pemerintahan, betapapun kuat secara politik, tetap bergantung pada dukungan sosial.

Ketika masyarakat menuntut perubahan, negara tidak bisa hanya menjawab dengan simbol; yang lebih dibutuhkan adalah tindakan konkret yang mampu menjawab keresahan. Perombakan kabinet kali ini akan menjadi penentu apakah pemerintah benar-benar belajar dari tekanan sosial, atau sekadar menunda krisis yang lebih besar di masa depan.