KAI Tertimbun Utang Rp 116 Triliun, Negosiasi Ulang Proyek Kereta Cepat Whoosh dengan China

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

KAI Tertimbun Utang Rp 116 Triliun, Negosiasi Ulang Proyek Kereta Cepat Whoosh dengan China

Pembebanan Utang yang Mengancam Kinerja Keuangan PT KAI

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) yang dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) telah menjadi beban berat bagi PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Proyek ini mengakibatkan kinerja keuangan KAI terganggu, bahkan membuat BUMN sektor transportasi tersebut hampir kolaps.

Utang yang ditanggung oleh KAI melalui konsorsium PT KCIC mencapai Rp 116 triliun atau sekitar USD 7,2 miliar. Angka ini sudah termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar USD 1,2 miliar. Beban utang ini sangat besar dan terus meningkat, bahkan di semester pertama 2025, PT KCIC mencatat kerugian hingga Rp 1,6 triliun. Di sisi lain, biaya bunga pinjaman yang harus dibayarkan setiap tahun kepada China Development Bank (CDB) mencapai sekitar Rp 2 triliun.

PT KCIC sendiri adalah perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia dan China. Dalam komposisi pemegang sahamnya, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) memiliki 60 persen saham, sementara Beijing Yawan HSR Co. Ltd. dari China memiliki 40 persen. PSBI sendiri didominasi oleh KAI dengan porsi saham sebesar 51,37 persen. Selain itu, ada PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dengan porsi saham sebesar 39,12 persen, PT Jasa Marga (Persero) Tbk sebesar 8,30 persen, dan PT Perkebunan Nusantara I sebesar 1,21 persen.

Beberapa pihak menilai bahwa utang proyek Whoosh bisa menjadi "bom waktu" bagi KAI. Hal ini disebabkan oleh beban keuangan yang sangat besar dan berpotensi mengancam kelangsungan operasional perusahaan. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menyatakan bahwa negosiasi ulang utang dengan China bukan tanggung jawab langsung dari Kementerian BUMN. Namun, ia menegaskan bahwa negosiasi ini penting dilakukan karena rencana perluasan rute kereta cepat hingga Surabaya.

Rencana Perluasan Rute dan Dampaknya pada KAI

Pembahasan negosiasi ulang utang ini juga mencakup pengelolaan fasilitas pendukung Whoosh yang akan dikelola pemerintah. Meski begitu, operasional kereta tetap berada di bawah kendali KAI. Menurut Erick, kesepakatan ini perlu dilakukan karena kerja sama antara Indonesia dan China dalam proyek tersebut.

Selain itu, rencana perluasan rute kereta cepat hingga Surabaya membutuhkan struktur keuangan yang jelas dan stabil. Tanpa kesepakatan awal, proyek ini tidak akan bisa dilanjutkan. Oleh karena itu, negosiasi ulang menjadi langkah penting untuk menjaga stabilitas keuangan KAI dan KCIC.

Laba KAI Tergerus Akibat Kerugian Whoosh

Dalam laporan keuangan PT KAI per 30 Juni 2025 (unaudited), PT PSBI sebagai entitas anak usaha KAI mencatatkan kerugian hingga Rp 4,195 triliun pada 2024. Kerugian ini terus berlanjut hingga semester pertama 2025, di mana PT PSBI merugi sebesar Rp 1,625 triliun.

KAI, sebagai pemegang saham terbesar di PT PSBI, juga ikut menanggung kerugian tersebut. Dalam laporan keuangan tahun 2024, KAI harus menanggung rugi sebesar Rp 2,24 triliun akibat kerugian PT PSBI. Sementara itu, pada semester pertama 2025, KAI harus menanggung kerugian sebesar Rp 951,48 miliar.

Para anggota Komisi VI DPR RI, seperti Anggia Emarini dan Darmadi Durianto, menyoroti masalah utang proyek Whoosh yang masih belum terselesaikan. Mereka menilai bahwa meskipun KAI memiliki potensi laba, beban keuangan dari proyek Whoosh membuat perusahaan mengalami defisit.

Darmadi Durianto memperkirakan bahwa jika utang proyek ini tidak segera diselesaikan, jumlah utang KAI bisa membengkak hingga Rp 6 triliun pada 2026. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penyelesaian masalah utang ini agar KAI dapat kembali pulih dan stabil secara keuangan.