
Peran Jusuf Kalla dalam Revisi UU Aceh
Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK), memberikan pandangan penting terkait revisi Undang-Undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2006 yang berkaitan dengan Aceh. Menurutnya, masalah utama yang dihadapi wilayah ini sebenarnya berasal dari ketidakadilan ekonomi. Meski Aceh memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, masyarakat setempat belum merasakan kesejahteraan yang sebanding dengan potensi daerah tersebut.
Pernyataan JK disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang berlangsung di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (11/9/2025). Ia menegaskan bahwa konflik yang pernah terjadi di Aceh tidak hanya disebabkan oleh isu-isu politik atau agama, tetapi lebih mendalam lagi. "Di Aceh apa masalahnya, Aceh sangat kaya SDA [sumber daya alam]. Gas minyak pada waktu itu. Namun, apa yang diperoleh masyarakat Aceh tidak besar dibandingkan kekayaan alamnya. Maka terjadilah suatu pikiran yang berakhir dengan konflik negara," ujarnya.
Menurut mantan juru damai antara GAM dan pemerintah Indonesia ini, ketimpangan ekonomi menjadi penyebab utama munculnya ketidakpuasan masyarakat Aceh. Dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia, Aceh justru mengalami kesenjangan yang cukup signifikan. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa jika revisi UU dilakukan, maka pemerintah harus memprioritaskan kesejahteraan rakyat Aceh.
"Jadi masalah di Aceh itu karena ketidakadilan ekonomi. Intinya, banyak orang katakan masalah syariah, tidak," tegas JK. Ia menambahkan bahwa kekayaan gas dan sumber daya alam lainnya di Aceh pada masa lalu sangat melimpah. Oleh karenanya, konflik di Aceh dapat diatasi dengan meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat, salah satunya melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi.
Perspektif Ketua Badan Legislatif
Ketua Badan Legislatif, Bob Hasan, juga menyampaikan pandangan serupa. Ia menekankan bahwa RUU ini harus dirancang dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat Aceh secara jangka panjang. Menurutnya, revisi undang-undang ini sangat penting untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan daerah dan hak-hak masyarakat setempat.
Bob Hasan menjelaskan bahwa proses penyusunan RUU akan segera diselesaikan dalam waktu dekat, asalkan tidak ada banyak pasal yang harus diubah. "Kalau pasal-pasalnya tidak terlalu banyak saya kira akan lebih cepat. InsyaAllah sangat dimungkinkan tahun ini," ujarnya.
Rapat yang dihadiri oleh Wakil Ketua Badan Legislatif DPR, yakni Bob Hasan dan para wakilnya seperti Sturman Panjaitan, Martin Manurung, dan Ahmad Doli Kurniawan, menunjukkan komitmen tinggi dari pihak legislatif dalam menyelesaikan revisi UU Aceh. Proses ini diharapkan bisa menjadi langkah awal menuju stabilitas dan kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat Aceh.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!