Ini Bukan Kejadian Biasa! Gatot Nurmantyo Beberkan Framing Negatif terhadap TNI Saat Demo Rusuh

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Penjelasan Mengenai Isu yang Muncul di Media Sosial

Di tengah situasi yang penuh ketegangan, keadaan di Kwitang menunjukkan bagaimana peristiwa yang terjadi bisa dengan mudah memicu reaksi dari masyarakat. Asap gas air mata dan suara teriakan massa menciptakan suasana yang sangat kacau. Dalam kondisi seperti ini, prajurit TNI tampil sebagai pihak yang bertindak cepat untuk menyelamatkan keluarga anggota Brimob yang terjebak di asrama mereka.

Gatot Nurmantyo, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), dalam sebuah wawancara di saluran YouTube Refly Harun, menjelaskan bahwa berbagai isu yang muncul di media sosial, mulai dari penangkapan anggota Bais TNI hingga video viral tentang prajurit kavaleri di Palembang, tidak bisa dianggap sebagai kejadian biasa. Ia melihat adanya pola yang jelas dan mengarah pada agenda framing negatif terhadap TNI.

Menurutnya, semua hal tersebut bukanlah kebetulan, tetapi upaya untuk membentuk opini publik yang merusak citra tentara. “Ini bukan kebetulan, tapi pembentukan opini untuk mendiskreditkan tentara,” ujar Gatot.

Peran Anggota Intelijen di Lapangan

Gatot juga menjelaskan bahwa keberadaan anggota intelijen di lapangan bukan berarti mereka terlibat langsung dalam kerusuhan. Justru sebaliknya, mereka sedang menyamar untuk mencari provokator. Ia menegaskan bahwa jika seseorang membawa kartu tanda anggota dan senjata pendek, itu berarti sedang menjalankan tugas.

Namun, ia menilai bahwa penanganan yang salah membuat situasi semakin rumit. Misalnya, identitas anggota Bais yang ditangkap justru dibagikan secara luas di media sosial. Hal ini menurut Gatot sangat merugikan karena dapat menyebabkan 60% agen kita tertangkap. “Bagaimana kita bisa tahu organisasi terlarang tanpa masuk ke dalamnya?” tanyanya dengan prihatin.

Bukti TNI Bukan Sumber Kerusuhan

Dalam diskusi tersebut, Gatot juga menyebutkan peristiwa evakuasi keluarga Brimob di Kwitang. Saat markas Brimob dikepung oleh massa setelah tewasnya Affan Kurniawan, TNI justru mengambil inisiatif untuk menyelamatkan keluarga anggota Brimob tersebut. “Ada tujuh truk yang mengangkut keluarga Brimob, termasuk anak-anak kecil, ke hotel untuk diamankan. Kalau TNI provokator, ngapain kita lakukan ini?” tanyanya.

Ia menilai bahwa tindakan tersebut adalah bukti nyata bahwa TNI bukan sumber kerusuhan, melainkan bagian dari solusi. Sayangnya, peristiwa positif seperti ini jarang mendapat perhatian media sosial karena lebih banyak fokus pada framing yang menyudutkan TNI.

Ancaman untuk Memisahkan TNI dan Rakyat

Lebih lanjut, Gatot melihat adanya ancaman tersembunyi di balik isu-isu yang muncul, yaitu upaya untuk memisahkan TNI dari rakyat. Menurutnya, kekuatan Indonesia ada pada kebersamaan antara TNI dan rakyat. Jika keduanya dipisahkan, negara akan menjadi rapuh.

Ia memberikan contoh nasib Libya dan Irak, dua negara yang porak-poranda setelah opini publik digiring melawan militer mereka. Gatot meyakini bahwa skenario serupa bisa saja terjadi di Indonesia jika masyarakat lengah.

Kritik terhadap Polri dan Situasi Ekonomi

Selain TNI, Gatot juga menyoroti perlunya reformasi di Polri. Ia menilai bahwa tindakan represif saat kerusuhan berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM berat. “Polisi harus kembali pada prinsip melayani dan melindungi rakyat, bukan memperlakukan mereka dengan kekerasan,” katanya.

Tidak hanya itu, ia menghubungkan kerusuhan dengan krisis ekonomi. Ketimpangan pendapatan, rendahnya rasio pajak, biaya logistik tinggi, serta anjloknya saham perusahaan besar menjadi indikator rawannya gejolak. “Ketimpangan ini membuat situasi mudah terbakar,” tambahnya.

Gatot juga menyebut bahwa banyak gejolak besar dalam sejarah Indonesia terjadi di bulan September. “Strategi selalu berulang. Kita harus waspada, terutama di bulan-bulan seperti ini,” ujarnya.

Meski begitu, ia menutup percakapan dengan optimisme. “Kita harus menjaga NKRI. Jangan lupa berdoa kepada Tuhan agar kita bisa mewariskan negara yang lebih baik untuk generasi mendatang,” tuturnya.

Bagi Gatot, menjaga kebersamaan antara TNI, Polri, dan rakyat adalah kunci kekuatan Indonesia di tengah gempuran opini negatif yang terus dimainkan.