Eks Pj Wako Pekanbaru Divonis 5,5 Tahun Penjara Kasus Korupsi

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Eks Pj Wako Pekanbaru Divonis 5,5 Tahun Penjara Kasus Korupsi

Vonis 5,5 Tahun Penjara untuk Mantan Pj Walikota Pekanbaru

Eks Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, menerima vonis 5 tahun dan 6 bulan penjara atas tindakan korupsi yang dilakukannya. Putusan ini dibacakan oleh ketua majelis hakim, Delta Tamtama, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (10/9/2025). Risnandar mengatakan bahwa ia menerima putusan tersebut dengan lapang dada dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum selanjutnya kepada tim penasihat hukumnya.

Ia menyatakan bahwa secara pribadi, ia menerima apapun keputusan yang diberikan oleh majelis hakim. Meskipun demikian, ia juga menghargai pendapat dari tim penasihat hukumnya dan menyerahkan segalanya kepada mereka. Ia mengakui kesalahannya dan bertanggung jawab penuh atas perbuatannya.

“Secara pribadi saya memang mengaku bersalah, melakukan penerimaan uang dalam proses kegiatan,” tegasnya. Ia juga berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi para pejabat lainnya. Ia mengimbau kepada para kepala daerah untuk memeriksa kembali anggaran kegiatan yang melekat pada jabatan dan mana yang bersifat pribadi.

Ia menegaskan bahwa meskipun masa jabatannya hanya enam bulan, ia tetap bertanggung jawab atas masalah yang terjadi sejak 2020 hingga 2024. “Kegiatan ini sudah tahun 2020, saya baru enam bulan. Masalah 2020 sampai 2024, biar saja saya yang bertanggung jawab, sehingga ke depan lebih baik,” katanya.

Risnandar juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Pekanbaru atas kesalahannya. Ia berjanji akan memperbaiki diri dalam proses yang ada. Namun, ia sempat menyentil tentang rasa keadilan. “Adil belum tentu sama. Saya jabat enam bulan, dapat 5,5 tahun. Ada yang menjabat dari 2020 enggak diproses, ini kalau bicara soal rasa keadilan,” katanya.

Detail Putusan Hakim

Hakim Delta Tamtama menyatakan bahwa terdakwa Risnandar Mahiwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dan berdiri sendiri. Atas perbuatan tersebut, Risnandar dihukum 5 tahun dan 6 bulan penjara. Selain itu, ia juga diwajibkan membayar denda Rp300 juta, dengan ancaman jika tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 4 bulan.

Selain denda, Risnandar juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp3,8 miliar lebih. Namun, hakim telah memperhitungkan penyitaan yang telah dilakukan baik dari diri terdakwa maupun istri terdakwa, sebesar Rp3,6 miliar lebih. Artinya, Risnandar hanya perlu membayar sisa uang pengganti sekitar Rp200 juta lebih. Jika sisa uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut.

Jika terdakwa tidak memiliki harta benda untuk membayar sisa uang pengganti, maka dapat dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun. Atas putusan ini, Risnandar Mahiwa bersama penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir selama 7 hari untuk menentukan sikap apakah menerima putusan atau mengajukan upaya hukum banding.

Pelanggaran Korupsi yang Dilakukan

Dalam dakwaan JPU KPK, Risnandar Mahiwa diduga melakukan perbuatan korupsi dengan pemotongan dan penerimaan uang secara tidak sah dari pencairan Ganti Uang Persediaan (GU) dan Tambahan Uang Persediaan (TU) yang bersumber dari APBD/APBD Perubahan (APBD-P) Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2024. Total uang yang diduga dipotong dan diterima mencapai Rp8.959.095.000.

Risnandar Mahiwa menerima uang sebesar Rp2,9 miliar lebih, sedangkan terdakwa Indra Pomi Nasution menerima Rp2,4 miliar lebih, Novin Karmila menerima Rp2 miliar lebih, dan Nugroho Dwi Putranto alias Untung menerima aliran rasuah senilai Rp1,6 miliar.

Modus operandi yang digunakan adalah dengan melakukan pencairan GU dan TU, lalu membagi hasilnya antara para terdakwa. Setiap kali pencairan dilakukan, Novin Karmila melaporkan kepada Risnandar Mahiwa. Selanjutnya, Risnandar meminta Indra Pomi Nasution untuk menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

Setelah pencairan dana, Novin Karmila mengarahkan Darmanto selaku bendahara pengeluaran pembantu untuk melakukan pemotongan dan menyerahkan uang tersebut kepadanya. Uang hasil pemotongan tersebut kemudian didistribusikan kepada Risnandar Mahiwa, Indra Pomi Nasution, Nugroho Adi Triputranto, serta sebagian untuk dirinya sendiri.

Gratifikasi yang Diterima

Selain korupsi berupa pemotongan anggaran, ketiga terdakwa juga melakukan gratifikasi. Risnandar Mahiwa menerima gratifikasi baik dalam bentuk uang maupun barang total Rp906 juta. Sementara Indra Pomi Nasution menerima total Rp1,2 miliar, dan Novin Karmila sebesar Rp300 juta.

Beberapa contoh penerimaan uang dan barang oleh Risnandar Mahiwa adalah dari Wendi Yuliasdi, Mardiansyah, Zulhelmi Arifin, Yulianis, Alek Kurniawan, Indra Pomi Nasution, Yuliarso, dan Edward Riansyah. Uang yang diterima bervariasi mulai dari Rp5 juta hingga Rp100 juta, baik secara langsung maupun melalui perantara seperti ajudan terdakwa.

Indra Pomi Nasution juga menerima uang dari berbagai ASN di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru selama periode Mei 2024 hingga November 2024. Total uang yang diterima, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui ajudannya, adalah sebesar Rp1,2 miliar lebih.

Novin Karmila juga menerima gratifikasi sebesar Rp300 juta dari dua individu bernama Rafli Subma dan Ridho Subma. Dana tersebut kemudian ditransfer ke rekening Bank BRI dengan nomor 017001003950568 atas nama Nadya Rovin Putri, anak dari Novin Karmila. Penerimaan uang sebesar Rp300 juta ini pun tidak pernah dilaporkan oleh Novin Karmila kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah diterima.

Perbuatan terdakwa ini dianggap sebagai suap terkait jabatannya dan melanggar berbagai peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan korupsi dan penyelenggaraan negara yang bersih.