
Permintaan Transparansi Anggaran DPR dari ICW
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengirimkan surat keberatan kepada Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (Setjen DPR) pada Jumat, 12 September 2025. Surat ini dikirimkan setelah lembaga legislatif tidak memberikan respons terhadap permohonan transparansi informasi pendapatan anggota dewan yang diajukan sebelumnya.
Peneliti ICW, Seira Tamara, menjelaskan bahwa surat pertama dilayangkan pada 21 Agustus lalu. Dalam surat tersebut, ICW meminta rincian gaji dan tunjangan yang diterima oleh para anggota dewan. Selain itu, organisasi tersebut juga meminta laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk kunjungan dapil dan reses.
"Kami juga meminta laporan pertanggungjawaban atas dana untuk kunjungan dapil dan reses," kata Seira di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Jumat, 12 September 2025.
Namun, hingga saat ini, surat tersebut belum mendapatkan respons dari kesekretariatan lembaga legislatif. Seira menyatakan bahwa ICW memutuskan untuk mengirimkan surat keberatan karena sudah melewati 10 hari kerja tanpa tindak lanjut.
Selain surat keberatan, ICW juga mengirimkan surat permintaan informasi terkait dokumen moratorium kunjungan kenegaraan DPR. Organisasi ini juga meminta transparansi informasi tentang kepastian pemberhentian pemberian tunjangan perumahan.
"Kami merasa perlu untuk mendapatkan kejelasan informasi itu dan kami meminta salinan dokumennya hari ini," ucap Seira.
Seorang peneliti ICW lainnya, Egi Primayogha, menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik mengenai anggaran harus dibuka oleh DPR. Hal ini, menurutnya, diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008.
"Karena itu adalah anggaran yang dialokasikan dari pajak publik. Tidak ada alasan untuk menutupi anggaran publik," ujar Egi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat, 12 September 2025.
Egi menekankan pentingnya keterbukaan informasi mengenai anggaran. Tujuannya, katanya, adalah agar pengalokasian dana menjadi jelas dan tidak menimbulkan asumsi dari masyarakat. "Misalnya tunjangan perumahan dihapus, ke mana alokasi anggarannya? Itu harus ada kejelasan," tambahnya.
Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, belum memberikan respons terhadap pertanyaan media hingga berita ini ditulis. Dalam keterangan sebelumnya, ia menyatakan bahwa Parlemen tidak lagi mengalokasikan anggaran untuk tunjangan perumahan tersebut.
"Anggaran tunjangan perumahan sudah dilakukan self blockir," kata Indra ketika dihubungi pada Ahad, 7 September 2025.
Setiap anggota Dewan menerima tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta. Namun, tunjangan pengganti fasilitas rumah jabatan anggota telah dihilangkan. Indra menjelaskan bahwa saat ini hak keuangan DPR mengacu pada ketentuan yang berlaku. Total pendapatan bersih anggota DPR kini mencapai Rp 65 juta.
"Hak keuangan terbaru berlaku per 1 September," ucapnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!