
Optimisme Indonesia Menuju Swasembada Energi
Indonesia memiliki target ambisius untuk mencapai produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada tahun 2030. Hal ini diungkapkan oleh Anggota Dewan Energi Nasional, Abadi Poernomo, yang menyatakan bahwa peningkatan produksi minyak telah berjalan sesuai rencana. Data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunjukkan bahwa produksi minyak meningkat sebesar 4.000 bph dari 576 ribu bph pada pertengahan 2024 menjadi 580 ribu bph pada periode yang sama tahun ini.
Abadi mengatakan bahwa tren peningkatan produksi ini sudah berada di jalur yang benar untuk mencapai target 1 juta bph. Namun, ia juga menyampaikan bahwa masih ada kesenjangan antara kebutuhan nasional akan bahan bakar minyak (BBM) sekitar 1,5 juta bph dengan hasil lifting yang saat ini hanya mencapai 580 ribu bph. Kondisi ini memaksa Indonesia untuk terus melakukan impor baik dalam bentuk minyak mentah maupun produk BBM.
Target 1 Juta Bph sebagai Langkah Menuju Swasembada Energi
Menurut Abadi, target produksi minyak 1 juta bph menjadi fokus utama dalam upaya mencapai swasembada energi. Swasembada energi berbeda dengan ketahanan energi, karena swasembada berarti seluruh kebutuhan energi primer dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri, sedangkan ketahanan energi lebih fokus pada ketersediaan pasokan tanpa memandang asalnya.
Untuk mencapai target ini, SKK Migas telah menerapkan strategi-strategi seperti eksplorasi ekstensif untuk menemukan cadangan baru, serta mereaktivasi sumur-sumur tua di berbagai wilayah. Selain itu, pemanfaatan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) digunakan untuk optimalisasi lapangan-lapangan tua agar dapat memaksimalkan pengangkatan sisa minyak dari reservoir.
Peran Strategis Hulu Migas
Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak, menekankan pentingnya menjaga realitas dalam perbincangan transisi energi. Meskipun porsi energi fosil dalam bauran energi nasional masih dominan di atas 80 persen, peran hulu migas tetap sangat penting. Ia menilai bahwa mengabaikan peran hulu migas demi idealisme transisi energi yang terburu-buru bisa membahayakan stabilitas ekonomi dan program hilirisasi yang sedang berjalan.
Ali menyarankan bahwa proses transisi energi harus dilakukan secara bertahap dengan menggabungkan sumber daya fosil dan energi terbarukan. Peningkatan produksi hulu migas juga menjadi langkah konkret untuk mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat fondasi energi nasional.
Dukungan Pemerintah yang Diperlukan
Ali menyoroti bahwa semua upaya tersebut tidak akan berjalan optimal tanpa dukungan penuh dari pemerintah. Industri hulu migas memiliki karakteristik yang padat modal, padat teknologi, dan memiliki risiko tinggi, baik dari segi finansial, hukum, maupun keselamatan kerja. Oleh karena itu, investor cenderung enggan mengambil risiko.
Agar investor lebih percaya diri, pemerintah perlu memberikan kepastian hukum serta insentif fiskal seperti pemotongan pajak. Dengan adanya kebijakan yang mendukung, minat para investor bisa meningkat, sehingga mempercepat pencapaian target produksi minyak nasional.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!