
Kecacingan yang Menggerogoti Kesehatan Anak Indonesia
Di tengah perkembangan teknologi medis yang pesat, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam menjaga kesehatan masyarakat. Salah satu contohnya adalah kasus kematian seorang anak berusia 4 tahun bernama Raya akibat kecacingan. Penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan obat murah dan program nasional justru merenggut nyawa seorang anak.
Kasus ini menunjukkan bahwa implementasi program kesehatan dasar masih kurang optimal. Pemerintah telah lama memiliki program pemberian obat cacing secara massal, tetapi dalam praktiknya, distribusi dan penyuluhan tidak selalu merata. Fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan posyandu yang seharusnya menjadi garda terdepan belum mampu menjangkau semua anak.
“Meninggalnya Raya bukan sekadar persoalan medis, tetapi bukti kelalaian bersama. Obat cacing hanya seharga seribu-dua ribu rupiah, namun seorang anak masih bisa kehilangan nyawanya,” ujar dr. Anissa Florence, pemerhati kesehatan anak, dalam unggahan di akun Instagram @rddenisa.
Selain lemahnya fasilitas kesehatan, faktor lingkungan juga memainkan peran besar. Sanitasi yang buruk, perilaku buang air sembarangan, sulitnya akses air bersih, serta kebiasaan masyarakat yang menormalisasi sakit membuat anak-anak rentan terkena penyakit ini. Dalam kasus Raya, kondisi semakin kompleks karena dia diasuh oleh neneknya. Orang tua memiliki keterbatasan akibat masalah kesehatan jiwa, sehingga perhatian terhadap kesehatan dan akses edukasi menjadi minim.
Tragedi ini menunjukkan bahwa masalah kecacingan bukan hanya urusan medis, melainkan juga persoalan sosial. Jika tidak ditangani serius, anak-anak Indonesia akan terus menjadi korban penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan langkah sederhana.
Askariasis, penyakit yang menggerogoti tubuh Raya, merupakan infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Cacing jenis ini bisa tumbuh hingga 30 cm dan hidup dalam usus manusia dengan jumlah puluhan ekor. Penularan terjadi saat telur cacing yang keluar melalui feses mencemari tanah, air, atau makanan. Anak-anak paling rentan tertular karena sering bermain tanah, memasukkan tangan ke mulut, dan jarang mencuci tangan dengan sabun.
Gejala kecacingan pada anak meliputi perut buncit, tubuh kurus, nafsu makan turun, mudah lelah, hingga anemia. Pada kondisi berat, cacing bisa muntah bersama isi lambung atau keluar lewat feses. Lebih berbahaya lagi, jumlah cacing yang banyak bisa menyebabkan sumbatan usus dan menjadi darurat medis.
“Kecacingan tidak bisa dianggap sepele. Ia mengganggu penyerapan gizi, menyebabkan stunting, anemia, bahkan menurunkan kecerdasan anak,” jelas dr. Anissa Florence.
Pencegahan askariasis sebenarnya sederhana. Anak perlu dibiasakan mencuci tangan dengan sabun, memakai alas kaki saat bermain, menjaga kebersihan makanan, serta memotong kuku secara rutin. Selain itu, pemerintah menganjurkan pemberian obat cacing massal.
Berikut rekomendasi dosis obat cacing:
- Anak usia 12–23 bulan: Albendazole 200 mg (½ tablet)
- Anak usia di atas 2 tahun: Albendazole 400 mg (1 tablet)
Obat cacing albendazol atau mebendazol tersedia di puskesmas, aman, dan murah. Biasanya cukup diminum sekali setiap 6 bulan. Dengan kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat serta dukungan pemerintah, penyakit ini bisa diminimalisir dan bahkan dicegah sepenuhnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!