
Kritik Terhadap Penembakan Warga Sipil oleh Polisi Perbatasan Timor Leste
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Agustinus Siki, menyampaikan kecaman terhadap insiden penembakan yang dilakukan oleh Unidade Patrullamentu Fronteira (UPF) atau polisi perbatasan Timor Leste terhadap warga sipil Indonesia di wilayah perbatasan RI-RDTL. Insiden ini terjadi di Distrik Oecusse, Desa Inbate, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten TTU, NTT.
Menurutnya, tindakan UPF tersebut tidak dapat dibenarkan baik dari sudut pandang hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maupun hukum internasional. Oleh karena itu, ia menuntut agar insiden ini diusut secara tuntas untuk menemukan kebenaran dan memastikan adanya keadilan.
“Tindakan tersebut telah melukai masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan NKRI-RDTL,” ujarnya pada Senin, 25 Agustus 2025.
Agustinus juga menyoroti bahwa aksi penembakan ini merupakan yang pertama kalinya terjadi sejak negara Timor Leste merdeka. Sebagai bagian dari masyarakat yang lahir dari wilayah perbatasan RI-RDTL, ia menilai tindakan ini sangat mengkhawatirkan dan harus mendapat perhatian serius.
Untuk menghadapi situasi ini, Agustinus berencana membangun komunikasi dengan tokoh adat dan masyarakat setempat guna melaksanakan ritual adat di sepanjang perbatasan. Tujuannya adalah untuk menolak tindakan yang dianggap tidak adil dan kriminal oleh UPF Timor Leste.
Ia juga mengimbau kepada Dandim 1618/TTU dan Kapolres TTU untuk segera mengambil sikap dan melaporkan kejadian ini secara berjenjang ke Presiden RI, Prabowo Subianto. Menurutnya, tindakan ini telah melanggar hukum adat yang selama ini berlaku di wilayah perbatasan.
“Karena tindakan ini sudah tergolong kekejian dan kekerasan yang tidak bisa diampuni,” katanya.
Jika permintaan pelaporan ke Presiden RI diabaikan, Agustinus menyatakan akan memimpin masyarakat adat di wilayah perbatasan untuk mencari terduga pelaku penembakan tersebut.
Ia menegaskan bahwa hubungan antara Indonesia dan Timor Leste adalah hubungan bilateral. Oleh karena itu, setiap pelanggaran harus diadili sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan antara kedua negara.
Penetapan tapal batas antara Indonesia dan Timor Leste sudah final sejak dahulu. Oleh karena itu, tindakan kriminal yang dilakukan dengan alibi penyerobotan wilayah perbatasan harus ditinjau kembali, termasuk kesepakatan yang ditetapkan pada masa kolonial Belanda.
Langkah-Langkah yang Diambil untuk Mencegah Pengulangan Kejadian
- Koordinasi dengan Tokoh Adat dan Masyarakat: Agustinus berencana mengajak tokoh adat dan masyarakat untuk melakukan ritual adat sebagai bentuk perlawanan terhadap tindakan yang dianggap tidak adil.
- Pelaporan ke Pemerintah Pusat: Ia meminta Dandim dan Kapolres untuk melaporkan kejadian ini ke pihak yang lebih tinggi, yaitu Presiden RI.
- Pemantauan dan Investigasi: Memastikan bahwa penyelidikan terhadap tindakan UPF dilakukan secara transparan dan objektif.
- Evaluasi Kesepakatan Batas Wilayah: Melihat kembali kesepakatan batas wilayah yang telah ditetapkan, termasuk yang berlaku pada masa lalu, untuk memastikan keadilan dalam pengelolaan perbatasan.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kejadian serupa tidak terulang kembali dan hubungan antara dua negara tetangga dapat dipertahankan dengan damai dan saling menghormati.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!