
Penolakan Keras terhadap Perkebunan Sawit di Bangka Selatan
Di kawasan Bangka Selatan, isu penolakan terhadap rencana pembangunan perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) kembali menjadi sorotan. Kali ini, suara keras datang dari Muhammad Rosidi, seorang aktivis asli Desa Pulau Besar yang menuduh perusahaan PT HLR dan HTI telah mengambil lahan warga seluas puluhan ribu hektare tanpa persetujuan.
Rosidi dalam pernyataannya yang dipublikasikan di media sosial menyatakan akan melakukan perlawanan jika perusahaan tetap memaksakan rencana mereka. Ia menegaskan bahwa dirinya siap berada di barisan depan untuk melindungi tanah kelahirannya dari ancaman pengambilalihan oleh perusahaan.
“Saya akan berdiri di garis depan dan teriak memperjuangkan tanah kelahiran saya dari para pemilik perusahaan HTI,” ujarnya dengan tegas. Pernyataan tersebut mendapat respons besar dari warganet, banyak dari mereka memberikan dukungan kepada Rosidi.
Kritik Terhadap Bupati
Selain menyoroti perusahaan, Rosidi juga mengkritik sikap Bupati Bangka Selatan yang dinilai tidak peka terhadap kekhawatiran masyarakat. Dalam unggahannya, ia menyayangkan ketidakhadiran kepala daerah saat rakyat sedang gelisah menghadapi rencana HTI.
“Miris dan memalukan, Pak Bupati tidak peka. Saat negeri sedang bersedih, Bapak justru joget-joget dengan musik horeg. Sementara rakyat menolak HTI, tidak ada pernyataan sikap seperti yang dilakukan Ketua DPRD Babel,” tulisnya.
Respons atas pernyataan Rosidi sangat beragam. Sebagian besar warganet mendukung langkah aktivis tersebut, sementara sebagian lainnya menghujat perusahaan yang dinilai merugikan masyarakat.
Seruan untuk Mencabut Izin Perusahaan
Rosidi juga menegaskan bahwa tindakan pencabutan plang perusahaan maupun penebangan tanaman akasia yang dilakukan warga adalah langkah awal atau peringatan. Ia meminta pemerintah segera mencabut izin HTI dan perkebunan sawit yang dianggap merugikan masyarakat.
“Jangan lengah, rakyat semua. Pencabutan plang dan tanaman akasia hanya sebagian kecil dari perjuangan. Masih panjang perjalanan untuk mencabut izin HTI di Bangka Selatan,” tambahnya.
Konflik Lahan yang Mengancam
Konflik antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan dan HTI di Bangka Belitung bukanlah hal baru. Puluhan ribu hektare lahan di Bangka Selatan dilaporkan telah dikuasai oleh perusahaan, sementara masyarakat khawatir kehilangan akses hidup dan lingkungan mereka.
Banyak pihak menilai bahwa pemerintah daerah perlu lebih aktif dalam menyelesaikan konflik ini agar tidak semakin memanas. Tanpa campur tangan negara, potensi gesekan antara masyarakat dan perusahaan bisa berujung pada tindakan anarkis.
Beberapa upaya telah dilakukan oleh masyarakat untuk menolak rencana perusahaan, termasuk tindakan fisik seperti pencabutan plang dan penebangan tanaman. Namun, mereka tetap membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah agar keadilan dapat tercapai.
Langkah Tindak Lanjut
Rosidi dan aktivis lainnya berharap pemerintah dapat segera mengambil tindakan nyata untuk melindungi hak-hak masyarakat. Mereka menuntut transparansi dan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan terkait penggunaan lahan.
Selain itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan tidak merugikan masyarakat lokal. Dengan adanya perlindungan hukum dan pengawasan yang ketat, harapan besar dapat diwujudkan agar konflik tidak terus berlanjut.
Masyarakat dan aktivis berkomitmen untuk terus berjuang demi keadilan dan keberlanjutan lingkungan. Mereka percaya bahwa dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan perusahaan, solusi yang adil dapat dicapai.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!