
Kritik terhadap Pengeluaran Pegawai di Provinsi Lampung
Sejumlah akademisi dari Universitas Lampung (Unila) menyoroti pengeluaran pegawai yang dinilai melebihi batas aman sesuai ketentuan undang-undang. Hal ini menjadi perhatian khusus karena dapat berdampak pada kestabilan keuangan daerah dan alokasi anggaran untuk sektor-sektor penting lainnya.
Dr. Budiyono, SH., MH., seorang pakar hukum dari Unila, menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Lampung harus mematuhi aturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Menurutnya, Pasal 146 ayat (1) dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa alokasi belanja pegawai maksimal hanya 30 persen dari total belanja daerah. Jika angka ini dilampaui, maka akan ada sanksi yang diatur dalam Pasal 148, yaitu penundaan atau pemotongan Transfer Keuangan Daerah (TKD).
Budiyono menyarankan agar pemerintah provinsi melakukan penyesuaian secepatnya, paling lambat pada tahun 2027, agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kembali sesuai dengan aturan yang berlaku. Ia juga menekankan perlunya strategi bijak dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), termasuk pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan PPPK Paruh Waktu, agar kebutuhan organisasi tetap terpenuhi tanpa memberatkan fiskal.
“Kebijakan pengangkatan harus berbasis kebutuhan organisasi dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat,” tambah Budiyono.
Pentingnya Disiplin Fiskal dalam Pengeluaran Pegawai
Selain itu, Dr. Saring Suhendro, S.E., M.Si., Akt., CA., akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila, menyoroti pentingnya disiplin fiskal dalam pengeluaran pegawai. Ia menjelaskan bahwa jika anggaran terlalu dominan dialokasikan untuk pegawai, maka alokasi untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur akan berkurang. Sejumlah sektor ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Saring Suhendro menekankan bahwa pengangkatan PPPK yang telah berjalan pada tahap I dan II harus tetap sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Prioritas sebaiknya diarahkan pada kebutuhan publik, seperti tenaga guru di sektor pendidikan.
Ia juga mengingatkan bahwa seluruh tenaga honorer harus diakomodasi melalui mekanisme PPPK dan PPPK Paruh Waktu, sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat yang menegaskan tidak ada tambahan tenaga kerja di luar Aparatur Sipil Negara (ASN). Reformasi manajemen SDM aparatur diperlukan agar efisiensi fiskal tetap terjaga, sekaligus mendukung kualitas layanan publik dan pembangunan daerah.
Strategi Pengelolaan SDM yang Efisien
Pengelolaan SDM yang efisien menjadi kunci utama untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan organisasi dan keterbatasan anggaran. Dengan adanya pengangkatan PPPK dan PPPK Paruh Waktu, pemerintah dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja secara fleksibel tanpa meningkatkan beban anggaran yang berlebihan.
Selain itu, perlu adanya evaluasi berkala terhadap struktur pengangkatan dan pengeluaran pegawai agar tidak terjadi kesenjangan antara kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah. Dengan demikian, alokasi anggaran dapat lebih tepat sasaran dan memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.
Reformasi manajemen SDM juga menjadi langkah penting untuk meningkatkan kualitas layanan publik. Dengan pengelolaan yang lebih baik, pemerintah dapat memastikan bahwa semua kebijakan dan program yang dijalankan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, sekaligus menjaga stabilitas keuangan daerah.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!