
Peristiwa Pemecatan Siswa SMA Negeri 5 Kota Bengkulu yang Mengundang Kekisruhan
Kisruh yang terjadi di SMA Negeri 5 Kota Bengkulu kini semakin memicu perhatian masyarakat. Sebanyak 72 siswa diberhentikan secara sepihak oleh pihak sekolah, meskipun mereka telah menjalani proses belajar selama sebulan. Kejadian ini menimbulkan kegundahan dan protes dari para orang tua siswa, yang merasa bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan aturan dan prosedur yang berlaku.
Asisten Muda Pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Bengkulu, Hendra Irawan, mengungkapkan bahwa lembaga tersebut akan segera melakukan pemanggilan terhadap pihak sekolah, panitia, serta dinas terkait. Pemanggilan ini dilakukan untuk meminta klarifikasi atas peristiwa yang sedang menjadi sorotan publik.
“Kami akan memanggil pihak sekolah, panitia, dan dinas pada hari Senin (24/8/2025) untuk dimintai penjelasan,” ujar Hendra saat dikonfirmasi melalui telepon, Jumat (23/8/2025). Ia menegaskan bahwa tindakan ini merupakan inisiatif Ombudsman sendiri, dan jika ada laporan resmi, lembaga tersebut tetap akan menindaklanjutinya.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Ombudsman akan dilakukan secara transparan dan terbuka, sehingga masyarakat dapat memantau prosesnya. Selain itu, Ombudsman juga akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait dugaan malaadministrasi dalam proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025 di SMAN 5 Kota Bengkulu.
Sebelumnya, puluhan wali murid dari SMA Negeri 5 Provinsi Bengkulu mendatangi gedung DPRD setempat pada Rabu (20/8/2025). Mereka datang untuk menyampaikan protes terhadap tindakan pihak sekolah yang dinilai tidak adil. Anak-anak mereka telah menjalani proses belajar selama sebulan, namun tiba-tiba dikeluarkan dari sekolah dengan alasan tidak memiliki Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Total siswa yang dituding tidak memiliki Dapodik mencapai 72 orang, namun hanya 42 orang wali murid yang hadir dalam aksi protes tersebut. Meski jumlahnya tidak banyak, dampak dari peristiwa ini sangat besar bagi para siswa. Banyak dari mereka mengalami tekanan psikologis, baik secara emosional maupun mental.
Menurut beberapa orang tua, anak-anak yang dikeluarkan dari sekolah seringkali menangis dan merasa sedih. Salah satu wali murid, Hi, mengungkapkan rasa pedih yang dirasakannya karena anaknya selalu menangis setelah kejadian tersebut.
“Anak saya selalu menangis. Begitu pedih saya merasakannya,” katanya dengan suara bergetar.
Peristiwa ini tidak hanya menimbulkan ketidakpuasan dari para orang tua, tetapi juga menjadi pertanyaan tentang keadilan dan prosedur dalam sistem pendidikan. Dengan adanya intervensi dari Ombudsman, diharapkan dapat memberikan solusi yang adil dan transparan bagi semua pihak yang terlibat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!