
Upaya Melestarikan Laut di Labuan Bajo Melalui Restorasi Terumbu Karang
Di tengah tuntutan untuk menjaga kelestarian laut, kota Labuan Bajo kembali menjadi pusat perhatian dengan inisiatif restorasi terumbu karang. Proyek ini dilakukan oleh Indonesian Waste Platform (IWP) bekerja sama dengan Center for Entrepreneurship, Change, and Third Sector (CECT) Universitas Trisakti, serta didukung oleh CSR Pelindo. Mereka berhasil menanam sebanyak 3.750 bibit karang di perairan Pulau Hanita, yang berada di dekat Pulau Seraya Kecil, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
Jonas M. Tulis, perwakilan IWP, menjelaskan bahwa proyek ini memiliki tujuan lebih dari sekadar memulihkan ekosistem laut. Ia menyebutkan bahwa program ini juga bertujuan membuka peluang pengembangan destinasi wisata alternatif di luar kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Dengan adanya pilihan baru bagi wisatawan, tekanan pariwisata massal di TNK bisa berkurang, sekaligus memberikan pendapatan tambahan bagi Pemerintah Daerah (Pemda) Manggarai Barat.
“Kami ingin menciptakan lokasi wisata baru di luar Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Dengan begitu, wisatawan punya pilihan lain sehingga tekanan pariwisata massal di kawasan TNK bisa berkurang. Berharap Pemerintah Daerah (Pemda) Manggarai Barat juga bisa mendapatkan pemasukan tambahan dari destinasi baru ini,” ujarnya dalam sebuah pernyataan.
Menurut Jonas, sejak pengelolaan TNK tidak lagi memberikan kontribusi langsung ke Pendapatan Asli Daerah (PAD), keberadaan destinasi wisata bahari baru di luar kawasan TNK bisa menjadi solusi bagi daerah. Proyek ini akan diperluas pada September 2025, di mana Angkasa Pura Labuan Bajo rencananya akan mendukung penanaman tambahan 3.750 bibit karang untuk melanjutkan fase kedua proyek ini.
Pentingnya Restorasi Terumbu Karang bagi Nelayan Lokal
Selain sektor pariwisata, Jonas menekankan pentingnya restorasi terumbu karang bagi keberlanjutan kehidupan nelayan lokal. Ia menyatakan bahwa seringkali laut hanya dipandang dari sisi pariwisata, padahal banyak nelayan menggantungkan hidup dari laut. Dengan menjaga karang, kita bukan hanya menyelamatkan ekosistem, tapi juga masa depan nelayan.
Program ini juga mendapat perhatian dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Labuan Bajo, yang bahkan berencana melakukan kunjungan langsung ke lokasi restorasi. Hal ini menunjukkan dukungan lintas sektor terhadap upaya melestarikan lingkungan laut.
Peran CECT Universitas Trisakti dalam Program Ini
CECT Universitas Trisakti, sebagai mitra dalam program ini, memiliki peran penting dalam aspek penelitian dan keberlanjutan. Didirikan oleh Prof. Thoby Mutis, dan direkturnya saat ini ialah Dr. Maria Ariesta Utha. CECT berfokus pada kajian keberlanjutan, kewirausahaan sosial, serta kewirausahaan komunitas.
Sejak 2008, lembaga ini juga mengembangkan Program Magister Manajemen Keberlanjutan (MM-Sustainability) dengan dukungan Ford Foundation, dan memperluas jejaring dengan berbagai mitra internasional seperti University of Queensland, British Council, Siemens, hingga SwissCham Indonesia.
Keterlibatan CECT dalam proyek terumbu karang di Labuan Bajo diharapkan tidak hanya menghasilkan manfaat ekologis, tetapi juga menjadi model pengembangan destinasi wisata bahari yang berkelanjutan di Indonesia. Dengan kolaborasi antara organisasi masyarakat, universitas, dan pemerintah, proyek ini menunjukkan potensi besar dalam menjaga keberlanjutan alam sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!