
Mendorong Keselamatan dan Produktivitas Nelayan Melalui Teknologi Prediksi Cuaca
Pada acara pembukaan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) tahun 2025, sebanyak 70 nelayan dari Cilacap, Jawa Tengah, menghadiri kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mereka terhadap perubahan iklim serta memanfaatkan teknologi cuaca untuk melaut dengan lebih aman. Pelaksana Tugas Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan bahwa perubahan iklim telah berdampak signifikan terhadap kondisi laut, termasuk peningkatan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem.
Dwikorita menjelaskan bahwa suhu bumi yang terus meningkat mempercepat pembentukan awan ekstrem, yang dapat memicu hujan deras, angin kencang, dan gelombang tinggi. Hal ini tentu membawa risiko bagi para nelayan, terutama dalam hal keselamatan dan produktivitas. Untuk itu, BMKG terus mengembangkan layanan informasi cuaca berbasis teknologi, salah satunya adalah aplikasi InaWIS.
Aplikasi InaWIS memberikan prakiraan kondisi laut hingga 10 hari ke depan, termasuk tinggi gelombang, potensi hujan, dan sebaran ikan. Informasi ini sangat berguna bagi nelayan dalam menentukan waktu melaut yang lebih aman serta efisien dalam mencari lokasi ikan. Dengan demikian, nelayan tidak perlu membuang waktu dan bahan bakar untuk pencarian yang tidak terarah.
Selain itu, BMKG juga sedang menyiapkan radar cuaca di wilayah Cilacap, yang bertujuan untuk mempercepat deteksi dini terhadap badai tropis dan gelombang tinggi. Dwikorita menegaskan bahwa melalui SLCN, nelayan diharapkan mampu memahami dampak perubahan iklim dan menggunakan teknologi untuk menjaga keselamatan serta meningkatkan hasil tangkapan.
Setelah acara, Dwikorita menyebutkan bahwa suhu global yang telah meningkat hingga 1,55 derajat Celsius telah memperparah siklus hidrologi ekstrem, yang memicu berbagai bencana seperti banjir, kekeringan, longsor, hingga badai tropis. Petani dan nelayan menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dampak tersebut. Oleh karena itu, BMKG mendorong pemanfaatan teknologi digital prediksi cuaca, yang mencakup data kecepatan angin, arus laut, hingga lokasi konsentrasi ikan melalui pantauan satelit.
Menurutnya, sistem ini sebaiknya terintegrasi di Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Cilacap, agar Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa turut berkoordinasi dengan nelayan secara langsung. “Karena nelayan rata-rata sudah memiliki ponsel, informasi ini bisa disebarkan lebih luas,” ucapnya.
Dwikorita juga menegaskan pentingnya swasembada pangan di tengah ancaman perubahan iklim ekstrem. Ia menyebutkan bahwa jika mitigasi iklim tidak dilakukan secara optimal, pada 2050 dunia akan menghadapi potensi krisis pangan global. Selain SLCN, BMKG berencana mengadakan Sekolah Lapang Iklim (SLI) bagi petani di Cilacap, guna mendukung ketahanan pangan nasional.
Anggota Komisi V DPR RI, Novita Wijayanti, menyatakan bahwa SLCN sangat membantu nelayan dalam hal ketepatan waktu, efisiensi bahan bakar, serta keselamatan saat melaut. Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Cilacap, Jarot Prasojo, mengapresiasi program tersebut dan berharap kegiatan serupa juga dapat diterapkan untuk sektor pertanian.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!