
Perkembangan Perceraian Pratama Arhan dan Azizah Salsha
Perceraian antara pemain Timnas Indonesia, Pratama Arhan, dengan istrinya, Azizah Salsha, resmi berlaku setelah putusan verstek dari Pengadilan Agama Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, pada Senin (25/8). Gugatan cerai ini telah diajukan oleh Arhan sejak 1 Agustus lalu, namun baru diputuskan dalam bentuk putusan verstek.
Proses perceraian yang sah dan resmi secara hukum dapat dilakukan ketika salah satu pihak atau kuasanya mengajukan gugatan ke pengadilan. Pengadilan Agama hanya menangani kasus perceraian bagi pasangan yang beragama Islam, sementara bagi pasangan non-Islam, proses perceraian harus diajukan ke Pengadilan Negeri.
Kapan Perceraian Dianggap Terjadi?
Dalam sistem hukum Indonesia, sepasang suami istri yang sah dalam agama Islam dianggap telah bercerai sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama. Sementara itu, bagi pasangan selain Muslim, perceraian dianggap terjadi setelah dokumen perceraian didaftarkan ke kantor pencatatan. Setelah resmi bercerai, akan diterbitkan dokumen resmi seperti surat cerai atau akta cerai sebagai bukti berakhirnya hubungan perkawinan.
Bagi pasangan beragama Islam, gugatan cerai dapat diajukan oleh pihak istri. Jika suami ingin menceraikan istrinya, ia dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama untuk melakukan sidang dan menyaksikan ikrar talak.
Perbedaan Cerai Talak dan Gugat Cerai
Gugatan yang diajukan suami kepada istri disebut dengan permohonan cerai talak, di mana suami menjadi pemohon dan istri menjadi termohon. Sebaliknya, gugatan cerai yang diajukan oleh istri kepada suami disebut gugatan perceraian, di mana istri menjadi penggugat dan suami sebagai tergugat.
Syarat Mengajukan Gugatan Cerai
Untuk mengajukan gugatan cerai, beberapa dokumen awal perlu dilampirkan, antara lain:
- Surat nikah asli dan fotokopi sebanyak 2 lembar (telah dilegalisir dan diberi materai)
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
- Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
- Surat keterangan atau pengantar dari kelurahan
- Fotokopi akta kelahiran anak (jika memiliki anak) yang sudah bermaterai dan terlegalisir.
Jika ingin melanjutkan proses gugatan cerai dengan urusan harta, maka dibutuhkan beberapa syarat tambahan berupa bukti kepemilikan.
Alur Perceraian di Pengadilan Agama
Setelah putusan perceraian diterima, pejabat pengadilan akan mengirimkan salinan putusan tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 hari. Dokumen ini kemudian disampaikan kepada Pegawai Pencatat Nikah (PPN) di wilayah tempat tinggal penggugat maupun tergugat untuk dicatat secara resmi.
Jika perceraian diputuskan di wilayah berbeda dengan tempat perkawinan, salinan putusan juga dikirimkan ke PPN yang mencatat perkawinan tersebut. Sementara itu, jika perkawinan dilangsungkan di luar negeri, salinan putusan harus disampaikan kepada PPN di Indonesia pada kantor tempat perkawinan itu pertama kali didaftarkan.
Tahap berikutnya adalah penerbitan akta cerai. Dalam waktu paling lama tujuh hari setelah putusan pengadilan diberitahukan kepada para pihak, panitera pengadilan berkewajiban memberikan akta cerai. Dokumen inilah yang menjadi surat resmi sebagai tanda sahnya perceraian di mata hukum.
Biaya Pengajuan Gugatan Cerai
Biaya gugatan cerai terdiri dari beberapa rincian, mulai dari biaya pendaftaran, biaya proses, biaya panggilan pemohon, biaya meterai, biaya redaksi, hingga biaya panggilan termohon. Biaya-biaya ini harus dikeluarkan untuk mengurus proses perceraian.
Pertimbangan Hakim
Hakim akan mempertimbangkan alasan gugatan cerai sebelum memberi putusan. Penggugat wajib menyertakan alasan yang jelas karena alasan ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara.
Dasar hukumnya terdapat dalam Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan, Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, serta Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Beberapa kondisi umum yang bisa diterima hakim sebagai dasar gugatan cerai antara lain:
- Salah satu pihak terbukti melakukan zina.
- Kebiasaan berjudi yang sulit dihentikan dan merugikan rumah tangga.
- Kecanduan berat, seperti alkohol atau zat terlarang lain, yang sulit disembuhkan.
- Meninggalkan pasangan selama dua tahun berturut-turut tanpa izin tanpa alasan yang sah.
- Dijatuhi hukuman penjara lima tahun atau lebih setelah pernikahan berlangsung.
- Tindakan kekerasan atau penganiayaan berat yang membahayakan keselamatan pasangan.
- Mengalami cacat tubuh atau penyakit berat yang menghalangi pelaksanaan kewajiban sebagai suami atau istri.
- Terjadi perselisihan terus-menerus sehingga kehidupan rumah tangga tidak lagi harmonis.
- Pelanggaran terhadap taklik-talak oleh suami.
- Perpindahan agama (murtad) yang menimbulkan ketidakcocokan dalam rumah tangga.
Dasar Hukum Perceraian yang Sah di Indonesia
Beberapa dasar hukum yang mengatur perceraian yang sah di Indonesia antara lain:
- UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
- UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan diubah kedua kalinya dengan UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
- Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
- Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
Penting untuk mengetahui dasar hukum dan alasan yang sah agar gugatan perceraian dapat diterima serta diputuskan dengan tepat oleh pengadilan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!