
Pidato Jerome Powell Memicu Kenaikan Pasar Global
Pidato yang disampaikan oleh Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam simposium ekonomi Jackson Hole menjadi momen penting yang memicu reli besar-besaran di pasar global. Pada Jumat malam waktu Amerika Serikat atau Sabtu (23/8) WIB, langkah Powell memberikan sinyal positif terhadap arah kebijakan suku bunga AS.
Bitcoin langsung mengalami lonjakan tajam, naik dari kisaran USD 112.000 ke level tertinggi intraday di USD 116.063 atau sekitar Rp 1,89 miliar (kurs Rp 16.300). Sementara itu, Ethereum juga mencapai all time high dengan harga USD 4.891. Hal ini menunjukkan respons positif terhadap sinyal dovish yang diberikan Powell.
Dalam pidatonya, Powell menyatakan bahwa bank sentral tidak berada dalam jalur kebijakan yang kaku. Ia menjelaskan bahwa kondisi saat ini masih “restrictive,” namun pihaknya memberi perhatian serius pada risiko melemahnya pasar tenaga kerja. Powell juga menyiratkan bahwa jika pertumbuhan pekerjaan melambat dan tingkat pengangguran meningkat, maka pengetatan moneter bisa dikendurkan.
Selain itu, Powell juga mengisyaratkan adanya perubahan dalam kerangka kebijakan The Fed. Strategi inflasi make-up serta istilah “shortfalls” dalam pasar kerja akan dihilangkan. Perubahan ini dianggap sebagai sinyal bahwa The Fed akan lebih fleksibel dan tidak seagresif sebelumnya dalam menaikkan suku bunga.
Pasar langsung merespons dengan antusias. Bitcoin melonjak lebih dari USD 3.000 hanya dalam hitungan jam. Indeks saham Amerika juga ikut terbang. Dow Jones menutup perdagangan dengan rekor tertinggi, S&P 500 naik 1,47 persen, dan Russell 2000 melonjak 3,8 persen. Saham properti dan sektor lain yang bergantung pada pembiayaan juga menguat.
Namun, tidak semua analis optimis. Beberapa investor khawatir pasar mungkin terlalu cepat berspekulasi. Mereka memperkirakan potensi stagflasi, yaitu gabungan antara pertumbuhan yang stagnan dengan inflasi yang membandel. Hal ini terlihat dari masih tingginya harga grosir bulan Juli, yang bisa membatasi ruang The Fed untuk memangkas suku bunga lebih dalam.
Matthew Miskin dari Manulife John Hancock Investments menilai bahwa pasar sudah “mengunci” kemungkinan pemangkasan suku bunga pada pertemuan The Fed bulan September. Namun ia mengingatkan, "Apa yang terjadi setelah itu masih belum pasti." Sementara Drew Matus dari Metlife Investment Management menyebutkan bahwa meski ada pertumbuhan, kondisi ekonomi “tidak akan terasa menyenangkan.”
Meski begitu, optimisme tetap ada. Paul Eitelman dari Russell Investments menyatakan bahwa jika The Fed mulai memangkas suku bunga secara bertahap, maka pantas jika aset berisiko seperti saham dan kripto kembali pulih.
Menurut data LSEG, probabilitas pasar terhadap pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan September meningkat dari 70 persen menjadi 80 persen usai pidato Powell. Imbal hasil obligasi dua tahun turun 10 basis poin ke level 3,69 persen, sementara obligasi 10 tahun turun ke 4,26 persen.
Sinyal dovish ini juga melemahkan Dolar AS. Indeks Dolar turun 1 persen terhadap mata uang utama dunia, termasuk Yen dan Euro. Analis Corpay, Karl Schamotta, menyebut pelaku pasar kini mulai melihat potensi keuntungan lebih besar di luar Amerika Serikat.
Dalam konteks geopolitik, tekanan politik dari Presiden Donald Trump terhadap The Fed juga semakin terasa. Powell bahkan harus menjawab tudingan bahwa kemerdekaan bank sentral sedang terancam, terlebih setelah Trump mendesak salah satu gubernur The Fed, Lisa Cook, untuk mundur.
Meski demikian, Powell menegaskan bahwa kebijakan The Fed tetap berdasarkan data dan tidak akan menyimpang dari jalur tersebut. "Kami tidak berada di jalur yang sudah ditentukan," katanya, menekankan bahwa setiap keputusan akan diambil berdasarkan data ekonomi terbaru.
Pidato tersebut sekaligus menjadi penampilan terakhir Jerome Powell di simposium Jackson Hole sebagai Ketua The Fed. Masa jabatannya akan berakhir pada Mei tahun depan, dan dunia kini menanti siapa penggantinya, dan arah kebijakan seperti apa yang akan diambil selanjutnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!