
Penyelesaian Kasus Pencemaran Nama Baik TNI dan Ferry Irwandi
Pengaduan dugaan pencemaran nama baik terhadap institusi TNI yang melibatkan Ferry Irwandi, CEO Malaka Project, akhirnya resmi selesai dengan penyelesaian damai. Proses ini dilakukan setelah Ferry melakukan komunikasi langsung dengan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen (Marinir) Freddy Ardianzah. Keduanya sepakat untuk menyelesaikan masalah secara baik-baik.
Ferry mengungkapkan bahwa dalam percakapan tersebut, pihak TNI meminta maaf atas situasi yang dialaminya, sementara dirinya juga menyampaikan permintaan maaf atas kejadian yang terjadi pada tubuh TNI. Ia menulis di akun Instagram @irwandiferry, “Beliau meminta maaf atas situasi yang terjadi kepada saya dan yang harus saya hadapi. Begitu juga sebaliknya, saya juga sudah meminta maaf atas situasi yang terjadi pada tubuh TNI saat ini.”
Percakapan antara Ferry dan Kapuspen TNI berlangsung melalui sambungan telepon dan didasari kesadaran akan adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak. Ferry juga menegaskan bahwa tidak ada proses hukum lanjutan terhadap dirinya. Ia menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan dari teman-temannya.
Brigjen Freddy Ardianzah membenarkan bahwa komunikasi telah dilakukan dan kedua pihak sepakat berdamai. Ia hanya menjawab singkat saat dikonfirmasi, “Benar.”
Dalam unggahannya, Ferry mengajak publik untuk kembali fokus pada isu yang lebih besar, yaitu nasib para demonstran yang ditangkap atau hilang pasca aksi pada akhir Agustus lalu. Ia menutup pesannya dengan ajakan untuk saling menjaga warga dan fokus pada tuntutan yang masih ada.
Latar Belakang Polemik: Dari Demonstrasi ke Dugaan Pidana
Sebelumnya, polemik sempat memuncak ketika empat perwira tinggi TNI mendatangi Polda Metro Jaya. Mereka adalah Dansatsiber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring, Danpuspom Mayjen Yusri Nuryanto, Kababinkum TNI Laksda Farid Ma’ruf, dan Kapuspen TNI Brigjen Freddy Ardianzah. Kedatangan mereka disebut sebagai konsultasi hukum terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan Ferry Irwandi.
“Kehadiran kami di Polda Metro Jaya selain bersilaturahmi dengan sahabat-sahabat kami, kami juga tadi telah melakukan konsultasi dengan saudara-saudara kami di Polda Metro Jaya,” ujar Brigjen Juinta saat itu.
Satuan Siber TNI menilai sejumlah konten digital yang diproduksi Ferry mengandung dugaan pencemaran nama baik terhadap institusi, fitnah, serta ujaran kebencian yang berpotensi menimbulkan keresahan publik. Brigjen Juinta juga menyebut adanya disinformasi dan ajakan provokatif yang dinilai mengganggu stabilitas keamanan nasional.
Temuan tersebut menjadi dasar konsultasi hukum ke Polda Metro Jaya, meski tidak berujung pada pelaporan resmi karena terbentur putusan Mahkamah Konstitusi yang membatasi hak institusi negara untuk melaporkan pencemaran nama baik.
Dugaan pelanggaran ini muncul di tengah situasi pasca-demonstrasi besar yang berlangsung pada 25–30 Agustus 2025 di Jakarta dan sejumlah daerah. Aksi yang awalnya menuntut transparansi gaji DPR dan reformasi kebijakan publik berkembang menjadi gerakan nasional bertajuk “17+8 Tuntutan Rakyat,” yang turut disuarakan Ferry melalui kanal digitalnya.
Unjuk rasa tersebut diwarnai aksi anarkis, pembakaran fasilitas umum, penjarahan rumah pejabat, serta korban jiwa, termasuk tewasnya pengemudi ojek online Affan Kurniawan yang terlindas kendaraan taktis Brimob di Pejompongan. Dalam konteks ini, konten Ferry dianggap memiliki potensi provokatif yang perlu dikaji secara hukum oleh aparat.
“Saya ulangi, kami menemukan beberapa fakta-fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Ferry Irwandi,” tegas Brigjen Juinta.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!