
Permasalahan Penahanan dan Overstaying di Lingkungan Pemasyarakatan
Masalah penahanan dan overstaying masih menjadi tantangan serius dalam sistem pemasyarakatan di Wilayah Kepulauan Riau. Hal ini terus menjadi perhatian utama bagi pihak berwenang, khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pemasyarakatan) Kepri. Untuk menghadapi tantangan tersebut, diperlukan inovasi dalam bentuk sistem teknologi informasi yang terintegrasi agar proses penahanan menjadi lebih transparan, akurat, dan efisien.
Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pemasyarakatan Kepri, Aris Munandar, saat hadir dalam sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) bersama rombongan Komisi III DPR RI di Gedung Lancang Kuning Polda Kepri, Nongsa, Batam, pada Jumat (22/8). Dalam kesempatan tersebut, Aris menyampaikan beberapa masukan terkait penahanan, overstaying, serta kecepatan proses administrasi melalui penggunaan teknologi.
“Kami menyarankan adanya sistem teknologi informasi yang mampu meningkatkan akurasi dan kecepatan proses penahanan. Jangan sampai masa depan masih terjadi penahanan bermasalah seperti sebelumnya,” ujarnya.
Menurut Aris, sistem berbasis teknologi akan sangat membantu sinkronisasi antar lembaga penegak hukum. Meskipun telah ada Sistem Peradilan Pidana Terpadu berbasis Teknologi Informasi (SPPTI), ia menilai mekanisme tersebut perlu diperkuat dan diintegrasikan langsung dalam RKUHAP.
“Harapan kami adalah penahanan bisa sepenuhnya terintegrasi. Sehingga tidak ada lagi masalah administrasi yang menyebabkan orang ditahan melebihi waktu seharusnya,” tegasnya.
Aris menyoroti salah satu masalah klasik di lembaga pemasyarakatan, yaitu overstaying atau tahanan yang melewati batas masa penahanan akibat keterlambatan administrasi. Jika RKUHAP mampu menghadirkan sistem yang lebih cepat dan akurat, masalah tersebut bisa diminimalisir.
“Mudah-mudahan dengan adanya RKUHAP ini, masalah-masalah yang selama ini membayangi pemasyarakatan bisa teratasi,” tambahnya.
Wacana Tambahan Kewenangan Pengawasan Sipir oleh TNI
Selain itu, dalam forum tersebut juga sempat disinggung wacana tambahan kewenangan pengawasan sipir oleh TNI. Namun, Aris menegaskan bahwa hal tersebut merupakan ranah pemerintah pusat. Ia menjelaskan bahwa kewenangan tersebut berada di tangan Presiden.
"Kalau itu kewenangannya ada di Presiden. Kami hanya memberi masukan di bidang pemasyarakatan saja," ujarnya.
Aris menambahkan bahwa Komisi III DPR RI saat ini masih melakukan penyerapan masukan dari berbagai daerah sebelum merampungkan pembahasan RKUHAP. “Tentu sudah banyak pertimbangan yang dihimpun Komisi III. Kita tunggu hasil finalnya nanti,” pungkasnya.
Pentingnya Integrasi Teknologi dalam Sistem Pemasyarakatan
Dengan adanya integrasi teknologi dalam sistem pemasyarakatan, diharapkan dapat mempercepat proses administrasi dan mengurangi risiko penahanan yang tidak sesuai aturan. Sistem yang lebih baik akan memastikan bahwa setiap tahanan mendapatkan perlakuan yang adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Selain itu, komunikasi antar lembaga penegak hukum akan lebih lancar, sehingga proses penahanan bisa dilakukan secara lebih efektif. Dengan demikian, masyarakat akan merasa lebih aman dan percaya pada sistem hukum yang berjalan.
Kehadiran RKUHAP diharapkan menjadi langkah penting dalam reformasi sistem pemasyarakatan, yang tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga pada perlindungan hak asasi manusia. Dengan dukungan teknologi dan kerja sama lintas instansi, diharapkan masalah penahanan dan overstaying dapat segera teratasi.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!