Nepal Kacau: 22 Tewas, Menteri Dihina, Rumah Mantan PM Dibakar! Revolusi Digital Gen Z Buktikan Kema

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Revolusi Digital Gen Z di Nepal: Kekacauan yang Mengguncang Negeri Himalaya

Nepal, sebuah negara kecil yang dikenal dengan kedamaian dan keindahan alamnya, kini tengah menghadapi krisis terburuk dalam sejarahnya. Masyarakat dunia tercengang melihat negeri ini berubah menjadi lautan api dan huru-hara akibat amuk massa yang muncul dari kemarahan rakyat terhadap pemerintah. Aksi demonstrasi besar-besaran yang dipicu oleh larangan 26 media sosial—termasuk Facebook, YouTube, dan X—telah menewaskan 22 orang dan melukai lebih dari 500 korban lainnya.

Awalnya, kebijakan ini dianggap sebagai langkah untuk mengatur ruang digital, tetapi ternyata berubah menjadi pemberontakan generasi Z terhadap kasus korupsi, kesenjangan sosial, dan ketidakadilan di Nepal. Jalan-jalan di kawasan Kathmandu dan kota-kota besar lainnya kini dipenuhi bentrok brutal, gedung-gedung terbakar, serta kemarahan tanpa kompromi.

Larangan Media Sosial Picu Pemantik Kekacauan

Larangan media sosial oleh pemerintah Nepal dilakukan karena platform-platform tersebut tidak mendaftar ke Kementerian Komunikasi sesuai tenggat waktu 28 Agustus 2025. Namun, beberapa aplikasi seperti TikTok dan Viber lolos dari pemblokiran. Bagi jutaan pemuda di sana, kebijakan ini dianggap sebagai pisau tajam yang memotong akses komunikasi, bisnis, dan kebebasan berekspresi mereka.

Namun, amuk massa yang terjadi jauh lebih dalam mengkritisi masalah korupsi, kolusi, nepotisme, elitisme, dan kemunafikan politik. Demonstrasi bukan hanya tentang media sosial, tapi juga tentang perasaan frustrasi terhadap sistem yang dinilai tidak adil.

Video Viral Menunjukkan Kemarahan Rakyat yang Melampaui Batas

Video viral yang menampilkan Menteri Keuangan Nepal, Bishu Paudel, dikejar dan dilempar ke sungai hanya dengan pakaian dalam menjadi bukti nyata kemarahan rakyat. Meski belum terverifikasi secara resmi, video ini memperlihatkan betapa marahnya warga terhadap para pejabat yang dinilai tidak bertanggung jawab.

Selain itu, tragedi lain terjadi saat rumah mantan Perdana Menteri Jhala Nath Khanal dibakar oleh massa. Istri mantan PM, Rajyalaxmi Chitrakar, tewas terpanggang dalam kejadian ini. Peristiwa ini menunjukkan bahwa amuk massa rakyat Nepal bukan sekadar simbolik, tetapi benar-benar destruktif dan nyata.

Mundurnya Perdana Menteri Tidak Meredakan Gelombang Protes

Di tengah situasi mencekam, Perdana Menteri KP Sharma Oli mengundurkan diri pada 9 September 2025. Dalam suratnya kepada Presiden Ramchandra Paudel, Oli menyatakan mundur demi mencari solusi politik atas krisis yang sedang berlangsung. Namun, pengunduran diri ini tidak cukup meredam gelombang protes. Puluhan ribu massa masih membanjiri jalanan, bahkan menantang jam malam dan membakar gedung parlemen.

Militer dikerahkan di titik-titik panas seperti Baneshwor, Singhadurbar, dan Narayanhiti, namun bentrokan tetap terjadi. Pemuda dan mahasiswa terus berdemo, menuntut perubahan yang lebih radikal.

Gerakan “Revolusi Digital Gen Z” yang Berbeda

Gerakan ini kini dikenal sebagai “Revolusi Digital Gen Z”. Bagi mahasiswa dan pemuda yang memimpin aksi, larangan media sosial hanyalah awal dari kemuakan atas korupsi dan ketimpangan yang telah mengakar. Yujan Rajbhandari, seorang mahasiswa 24 tahun, berkata, “Kami tak cuma melawan pemblokiran aplikasi. Kami melawan sistem yang menindas kami.”

Seorang mahasiswa lain, Ikshama Tumrok (20), menambahkan, “Penderitaan ini harus berakhir di generasi kami.” Mereka tidak hanya ingin akses media sosial, tetapi juga keadilan sosial dan reformasi politik yang lebih luas.

Nepo Kids dan Ledakan Kelas Sosial

Kemarahan memuncak saat video dan foto anak-anak pejabat Nepal—disebut “Nepo Kids”—pamer kekayaan di media sosial. Mobil sport, tas mewah, pesta glamor, semua terekam dan menyulut kebencian. Di sisi lain, jutaan pemuda menganggur dan hidup di bawah garis kemiskinan.

Nepal Menuju Titik Didih

Dalam konferensi pers darurat, Menteri Komunikasi Prithvi Subba Gurung menyatakan pemerintah siap mencabut larangan media sosial. Tapi bagi para demonstran, ini sudah terlambat. Mereka menuntut lebih: reformasi total sistem politik, keadilan sosial, dan penghapusan budaya nepotisme.

Dengan jumlah korban terus bertambah—22 tewas dan lebih dari 500 terluka, serta ratusan bangunan rusak—Nepal kini berdiri di ambang revolusi. Dunia hanya bisa menyaksikan huru-hara dengan ngeri dan bertanya: apa yang terjadi jika negara kecil di Himalaya ini benar-benar meledak!