
Perubahan Batas Defisit Anggaran dan Rasio Utang Tidak Diperlukan, Menkeu RI Menilai
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan bahwa perubahan terkait batas defisit anggaran sebesar tiga persen dan rasio utang negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) maksimal 60 persen tidak diperlukan. Hal ini disampaikan sebagai respons atas masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keuangan Negara ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026.
Menurut Purbaya, ketentuan tersebut saat ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ia menegaskan bahwa jika kondisi ekonomi membaik, maka pendapatan pajak akan meningkat. "Kalau ekonominya bagus, misalnya jurus saya berhasil, harusnya sih ekonominya akan lebih bergairah dan pendapatan pajak lebih tinggi juga," ujarnya di kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).
Ia menambahkan bahwa seharusnya tidak perlu mengubah undang-undang untuk menaikkan defisit atau batas utang. Meski demikian, Purbaya mengakui bahwa angka batas defisit tiga persen dan rasio utang 60 persen terhadap PDB bukanlah standar baku yang bersifat ilmiah. Angka-angka tersebut hanya berfungsi sebagai indikator awal untuk menilai kemampuan suatu negara dalam membayar utang.
Namun, menurut Purbaya, faktor yang benar-benar diperhatikan oleh investor adalah kemampuan dan kemauan suatu negara untuk melunasi kewajibannya. "Kita selama ini tidak pernah default. Kekayaan kita juga cukup. Jadi tidak usah takut dengan batas-batas itu," jelasnya.
Purbaya memberikan contoh, banyak negara lain yang saat ini sudah melampaui batas defisit maupun rasio utang yang ditetapkan. Dia menyebut, hampir semua negara Eropa hingga Amerika Serikat (AS) tidak lagi mematuhi aturan tersebut.
Sebagai informasi, dalam Kriteria Konvergensi Maastricht (Maastricht Treaty) yang disepakati pada 1992, negara-negara Uni Eropa menetapkan dua batasan utama, yakni defisit anggaran tahunan tidak boleh melebihi tiga persen dari PDB, dan rasio utang pemerintah terhadap PDB tidak boleh melampaui 60 persen.
Namun, batasan tersebut kini banyak dilanggar oleh negara-negara di Eropa sendiri. "Hampir semua negara Eropa melanggar. Amerika berapa? Hampir 100 persen (rasio utang) juga. Defisitnya mungkin enam persen, rasio utang ke PDB-nya di atas 100 persen. Seandainya kita kepepet, seandainya ya, kenapa mereka boleh, kita enggak boleh?" kata Purbaya.
Selain itu, ia menilai bahwa kondisi tersebut menunjukkan adanya perlakuan yang tidak adil dari lembaga pemeringkat global terhadap Indonesia. "Jadi lembaga-lembaga rating itu juga enggak fair, saya pernah debat semuanya mereka. Sekarang Eropa banyak yang (peringkat investasi) E dengan utang seperti itu. Kita lebih bagus kondisinya, BBB+," ujar Purbaya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!