Mengapa Ibu Dianggap Toksik di The Winning Try?

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Dua Ibu yang Menjadi Sorotan dalam Drakor The Winning Try

Dalam drakor The Winning Try (2025), dua sosok ibu menjadi perhatian utama penonton, yaitu Won Jung, ibu dari Yoon Seong Jun (diperankan oleh Kim Yo Han), dan Kim So Hyeon, ibu dari Seo U Jin (diperankan oleh Park Jung Yeon). Kedua karakter ini menarik perhatian karena keputusan mereka terhadap anak-anaknya. Meski memiliki pandangan dan cara berpikir yang berbeda, banyak penonton menganggap tindakan mereka toksik dan cukup menyedihkan.

Kedua ibu ini memiliki ambisi besar untuk masa depan anak-anak mereka. Namun, dalam prosesnya, keputusan yang diambil sering kali membuat anak-anaknya merasa tertekan dan tidak bisa mengejar mimpi mereka sendiri. Berikut adalah beberapa alasan mengapa kedua ibu ini dianggap toksik dalam drakor The Winning Try.

Anak Digunakan untuk Memenuhi Ambisi Ibu

Seo U Jin dikenal sebagai atlet panahan berbakat sejak kecil. Namun, setelah masuk SMA, ia memutuskan untuk beralih ke olahraga menembak. Keputusan ini diduga dipengaruhi oleh ibunya, Kim So Hyeon. Sebagai mantan atlet menembak nasional, Kim So Hyeon sangat memahami potensi anaknya. Ia memaksakan agar Seo U Jin menjalani karier sebagai atlet menembak hingga bisa meraih medali di Olimpiade.

Meskipun kemampuan Seo U Jin memungkinkan hal tersebut, ia mengalami kecurangan di sekolah terkait surat rekomendasi. Alih-alih membantu anaknya menghadapi masalah, Kim So Hyeon justru memilih untuk mengabaikan kejadian tersebut dan memastikan anaknya bekerja di tim menembak profesional sebelum masuk universitas. Tindakan ini menunjukkan bahwa keinginan ibu lebih penting daripada kesejahteraan emosional anak.

Tidak Diberi Kebebasan untuk Memilih Jalan Hidup

Yoon Seong Jun memiliki saudara kembar yang sukses sebagai pemain rugby di Liga Spanyol. Ayah dan ibunya selalu fokus pada saudara kembarnya karena khawatir akan kesulitan beradaptasi tanpa kehadiran orang yang dikenal. Hal ini membuat Seong Jun merasa iri dan terabaikan.

Menjelang kelulusan, ibu Seong Jun meminta anaknya untuk menyerahkan mimpinya sebagai pemain rugby di Korea Selatan. Ia ingin Seong Jun kuliah di Spanyol untuk membantu karier saudara kembarnya. Keputusan ini dibuat tanpa diskusi dengan Seong Jun, sehingga membuatnya merasa tidak dihargai. Ini menunjukkan bahwa kekhawatiran ibu justru menjadi penghalang bagi keinginan anaknya sendiri.

Tidak Pernah Puas dengan Prestasi Anak

Kim So Hyeon dikenal sebagai sosok perfeksionis. Sikap ini juga terlihat dalam cara ia melatih Seo U Jin. Anaknya ditekan untuk mencetak rekor sempurna di setiap perlombaan. Selain itu, Seo U Jin harus mengirimkan hasil latihan harian dan menerima evaluasi ketat dari ibunya setelah setiap kompetisi.

Proses ini dinilai tidak sehat karena tidak ada ruang bagi Seo U Jin untuk menyampaikan pendapat atau mengeluh. Ibu ini hanya menuntut kesempurnaan, tanpa mempertimbangkan perasaan atau kebutuhan anaknya. Ini menunjukkan bahwa ambisi ibu terlalu dominan, bahkan sampai mengorbankan kesejahteraan emosional anak.

Kesimpulan

Tindakan para ibu dalam drakor The Winning Try menunjukkan bahwa ambisi dan kekhawatiran yang berlebihan dapat menyakiti anak. Meskipun tujuannya baik, cara mereka menghadapi masalah sering kali tidak sehat dan tidak memperhatikan perasaan anak. Pertanyaannya adalah, apakah sikap seperti ini bisa disebut toksik? Mungkin jawabannya tergantung pada bagaimana kita memandang hubungan antara orang tua dan anak.