
Tren Sad Beige Mom: Estetika yang Menarik, Namun Perlu Keseimbangan
Beberapa tahun terakhir, tren desain rumah, pakaian, dan mainan anak yang menggunakan warna netral seperti krem, cokelat muda, dan beige semakin populer. Fenomena ini dikenal dengan istilah "Sad Beige Mom" atau "Sad Beige Parenting". Tren ini bermula dari kalangan momfluencer yang mengedepankan estetika minimalis dalam gaya hidup parenting. Palet warna beige dianggap memberi kesan rapi, lembut, dan menenangkan. Banyak orang tua, terutama ibu muda yang aktif di media sosial, mulai mengadopsi warna-warna ini dalam berbagai aspek kehidupan anak mereka, mulai dari pakaian, perabot, dekorasi kamar, hingga mainan.
Namun, di balik estetika yang menarik, tren ini juga memiliki dampak pada tumbuh kembang anak. Bagaimana sebenarnya pengaruhnya? Mari kita bahas lebih lanjut.
Apa Itu Sad Beige Mom dan Mengapa Tren Ini Viral?
Tren Sad Beige Mom lahir dari media sosial, khususnya Instagram dan TikTok, ketika sejumlah momfluencer memperlihatkan gaya parenting dengan dominasi warna netral. Warna beige, yang mencakup variasi krem dan cokelat, dianggap elegan, timeless, dan tidak mencolok. Banyak orang tua terinspirasi, bahkan beberapa ibu mengecat ulang mainan anak agar serasi dengan dekorasi rumah. Menurut para penganutnya, nuansa netral membuat perasaan lebih tenang, sehingga mereka merasa lebih siap dalam menjalani peran sebagai ibu.
Apa Kata Sains tentang Warna dan Perkembangan Anak?
Banyak orang tua khawatir apakah penggunaan warna netral secara dominan dapat mengganggu perkembangan anak. Menurut Dr. Lisa Diard, MD, spesialis anak dari Cleveland Clinic, pemilihan palet warna tidak sepenuhnya mengganggu pertumbuhan anak. “Orang tua di seluruh dunia membesarkan anak mereka dengan mengenalkan palet warna yang berbeda-beda, dan anak-anak ini tumbuh menjadi luar biasa,” ujarnya. Artinya, pemilihan warna beige saja tidak akan merusak kreativitas atau perkembangan visual anak. Namun, warna tetap memiliki peran penting dalam stimulasi kognitif dan emosional mereka.
Penelitian oleh Boyatzis dan Varghese (1994) menemukan bahwa anak-anak berusia 5–6,5 tahun mampu mengasosiasikan warna dengan emosi. 69% dari mereka merespons warna cerah (merah muda, biru, kuning) dengan perasaan positif seperti bahagia dan semangat. Sebaliknya, warna gelap (cokelat, hitam, abu-abu) cenderung memunculkan emosi negatif.
Dr. Roberta Golinkoff, pakar pendidikan dari University of Delaware, juga menegaskan hal serupa. “Setiap orang bebas mendekorasi rumahnya sesuka hati, pink, biru, beige. Hal ini tidak akan membahayakan anak, sama sekali tidak, karena anak akan tetap melihat berbagai macam warna di luar rumah… secara alami,” ujarnya. Namun, ia menambahkan, seiring bertambah usia, anak-anak akan mengembangkan preferensi warna sendiri. Memberikan kesempatan bagi anak untuk memilih warna mainan atau pakaiannya dapat membantu membangun rasa percaya diri dan kebebasan berekspresi.
Estetika Boleh, Tapi Jangan Abaikan Kebutuhan Anak
Menurut Sani Budiantini, S.Psi, Psikolog dan Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani, warna kalem tidak berpengaruh pada anak, namun memilih warna yang eye catching bisa membantu anak lebih bisa mengeksplor warna. “Orang tua zaman sekarang cukup kreatif dan mencoba hal yang baru. Tujuan mereka memilih warna kalem biasanya agar tidak kelihatan mainstream. Meski begitu, warna-warna menyala sebenarnya memang lebih eye catching untuk menstimulasi visual anak,” ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Indah Febryyani, peneliti Early Childhood Education di Monash University, Australia. “Dengan memberikan pilihan warna dalam baju dan mainan anak, kita membantu menstimulasi perkembangan bahasanya. Anak dapat menunjuk dan mengasosiasikan benda sekitar dengan warna yang ia ketahui. Tentu kurang optimal jika warna di dalam rumah hanya tersedia palet warna beige,” tegasnya. Indah juga mengingatkan bahaya mengecat ulang mainan anak demi estetika. Cat yang tidak sesuai standar keamanan berpotensi membahayakan kesehatan anak, terutama karena anak kecil sering memasukkan mainan ke dalam mulut.
Estetika Penting, Tapi Dunia Anak Harus Tetap Ceria
Tren Sad Beige Mom mencerminkan bagaimana media sosial memengaruhi gaya hidup parenting masa kini. Menggunakan warna beige bukan masalah selama orang tua tetap memberikan stimulasi visual, emosi, dan kasih sayang yang cukup pada anak. “Memilih warna untuk dekorasi kamar, pakaian, dan mainan bagi anak itu penting. Namun lebih penting adalah memenuhi anak dengan kasih sayang, perhatian, attachment, eye contact, dan kebutuhan emosional lainnya.”
Tips Seimbang Menghadapi Tren Sad Beige untuk Orang Tua
- Gunakan warna netral secukupnya, selingi dengan warna cerah di mainan, buku, atau dekorasi kecil.
- Berikan kebebasan anak memilih warna favoritnya untuk pakaian atau mainannya.
- Pastikan keamanan bahan pada pakaian, cat, dan mainan lebih diutamakan daripada estetika.
- Ajak anak bermain di luar ruangan agar ia terekspos pada berbagai warna alami.
- Fokus pada hubungan emosional, bukan sekadar tampilan visual di media sosial.
Komentar
Udin Sedunia
hm... kae.x perlu juga ne bantuan dari para konselor...:)
Rizal Faizal
asyik aja dehh...
Lukmanul Hakim
saya yakin PHP juga bisa bertahan sampai 2030
Udin Sedunia
Menurut Yunarto, Roy selama ini lebih dikenal sebagai pakar foto digital dan video serta dosen di sebuah perguruan tinggi negeri.
Tommy Utama
Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya mempertanyakan dasar keputusan SBY menunjuk Roy Suryo sebagai Menpora.
Dewi Safitriir
Peremimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei menyampaikan pernyataan kontroversial terkait ketegangan di Gaza.Israele.
Tuliskan Komentar Anda!