
Penelitian Lokataru Foundation Mengungkap Pelanggaran HAM dan Praktik Oligarki di Proyek Pelabuhan Patimban
Lokataru Foundation baru saja merilis hasil penelitian dan investigasi terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) Pelabuhan Patimban, yang berada di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Proyek ini ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) 47/2016 pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Penelitian yang dilakukan dari Januari hingga Agustus 2025 menemukan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), penyimpangan hukum, serta praktik oligarki yang tersembunyi di balik proyek yang sebelumnya disebut sebagai 'kebanggaan nasional.'
Hasnu, Manajer Penelitian dan Pengetahuan Lokataru Foundation, menjelaskan bahwa Delpedro Marhaen, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, telah menyampaikan peringatan sejak awal bahwa proyek Patimban bukanlah lahir dari kebutuhan publik, tetapi dari lobi bisnis. Menurutnya, proyek ini bahkan tidak termuat dalam daftar awal PSN pada Perpres 3/2016. Proyek tersebut muncul setelah serangkaian revisi peraturan tanpa transparansi dan partisipasi publik.
Dampak Serius bagi Warga dan Lingkungan
Penelitian ini juga mengungkap dampak serius terhadap warga sekitar dan lingkungan hidup. Warga Patimban, Subang Utara, kehilangan ruang hidup, sumber penghidupan, serta hak-hak sosial ekonomi mereka tanpa kompensasi yang adil. Selain itu, praktik reklamasi dan pembangunan pelabuhan mengancam ekosistem laut dan pesisir. Akibatnya, 800 nelayan, 650 anggota koperasi, 285 petani tambak, dan 30 pedagang kaki lima kehilangan mata pencaharian mereka. Lebih dari 500 warga Patimban juga terkena dampak negatif dari kebijakan penutupan akses jalan.
Keterlibatan Elit Bisnis dan Politik
Menurut Hasnu, Penetapan Pelabuhan Patimban sebagai PSN melalui Perpres 47/2016 dinilai tidak semata-mata demi pembangunan infrastruktur. Di balik narasi kepentingan umum, proyek ini dinilai sarat dengan penyelundupan kebijakan untuk memfasilitasi kepentingan elit bisnis dan politik Jakarta. Penelusuran Lokataru menunjukkan bahwa proyek Patimban tidak termuat dalam Perpres 3/2016, tetapi muncul setelah revisi-revisi peraturan, seperti Perpres 58/2017, Perpres 56/2018, Perpres 109/2020, hingga Permenko Perekonomian 6/2024.
Selain itu, proyek ini dibiayai melalui pinjaman Jepang (JICA) senilai Rp8,57 triliun dengan tenor 40 tahun. Skema ini menunjukkan lemahnya kemampuan negara membiayai PSN melalui APBN/APBD, sehingga proyek diserahkan ke skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang memberi ruang dominan bagi swasta.
Komposisi Konsorsium yang Mencerminkan Oligarki
Lokataru juga membongkar bahwa operator pelabuhan ditentukan melalui konsorsium PT Pelabuhan Patimban Internasional (PPI) yang terdiri dari beberapa perusahaan besar. Komposisi konsorsium ini antara lain:
- PT. CT Corp Infrastruktur Indonesia (Chairul Tanjung)
- PT. Indika Logistic & Support Services (anak usaha Indika Energy)
- PT. U Connectivity Services (didirikan Sakti Wahyu Trenggono, Menteri KKP aktif sekaligus mantan Bendahara TPN Jokowi–Ma’ruf dan Prabowo–Gibran)
- PT. Terminal Petikemas Surabaya (anak usaha BUMN Pelindo III)
Komposisi ini menegaskan bahwa proyek Patimban lebih dirancang untuk menguntungkan oligarki ekonomi dan politik ketimbang rakyat Subang. Bahkan, seorang menteri aktif tercatat ikut membangun fondasi bisnis di dalamnya.
Langkah Hukum dan Permintaan Reformasi
Berdasarkan temuan investigasi tersebut, Lokataru akan mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan Hak Uji Materiil ke Mahkamah Agung terhadap regulasi yang melanggengkan Patimban. Selain itu, Lokataru mendesak pemerintah untuk:
- Melakukan audit komprehensif terhadap proyek dan konsorsium PT Pelabuhan Patimban Internasional (PPI).
- Memulihkan hak-hak warga Patimban, termasuk hak sosial, ekonomi, dan budaya.
- Menegakkan hukum atas pelanggaran lingkungan oleh konsorsium PT PPI dan perusahaan yang beroperasi di Patimban.
- Mendesentralisasi pengambilan keputusan dalam proyek PSN agar tidak hanya dikendalikan pusat dan korporasi.
- Melakukan reformasi tata kelola PSN yang akuntabel, transparan, dan partisipatif.
Lokataru Foundation terus mengingatkan pentingnya partisipasi publik dan transparansi dalam pengambilan keputusan terkait proyek strategis nasional.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!