
Upacara Penghargaan untuk Pasukan Korea Utara yang Berperang di Ukraina
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, baru-baru ini menggelar upacara penghargaan bagi pasukan negaranya yang bertempur membantu Rusia dalam konflik melawan Ukraina. Acara tersebut dilaksanakan di tengah harapan akan adanya pertemuan puncak antara Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, untuk membahas kesepakatan damai.
Kim Jong Un memimpin Korea Utara sejak 2011, setelah menggantikan ayahnya, Kim Jong Il. Negara ini, secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), terletak di bagian utara Semenanjung Korea. Meskipun sistem pemerintahannya sangat tertutup, Korea Utara memiliki hubungan yang sangat erat dengan Rusia.
Media pemerintah Korea Utara, KCNA, melaporkan bahwa Kim memuji para prajurit sebagai "pahlawan dan patriot hebat" dalam pidatonya. Ia menyebut aktivitas pasukan operasional luar negeri sebagai bukti kekuatan "tentara heroik" Korea Utara. Dalam pidatonya, Kim juga menyebut "pembebasan Kursk" sebagai contoh semangat juang para prajurit.
Dalam upacara tersebut, Kim memberikan gelar "Pahlawan DPRK" kepada komandan dan anggota militer atas prestasi mereka di medan perang. Ia juga meletakkan bunga dan medali di samping potret prajurit yang gugur, serta melakukan pengheningan cipta untuk mengenang mereka. Selain itu, acara ini diisi dengan konser untuk pasukan yang kembali dari Rusia dan jamuan makan malam bersama keluarga para prajurit yang gugur.
Menurut laporan Reuters, upacara ini merupakan penghormatan publik terbaru yang diberikan Pyongyang kepada tentaranya yang dikerahkan ke Rusia. Sehari sebelumnya, KCNA menyebut Kim bertemu dengan para perwira unit luar negeri dan memberi penghormatan kepada prajurit yang tewas di Ukraina.
Anggota parlemen Korea Selatan pada April lalu, berdasarkan laporan badan intelijen, menyebut sekitar 600 tentara Korea Utara tewas di medan perang dari total pengerahan sekitar 15.000 pasukan ke Rusia. Kementerian Unifikasi Seoul menilai langkah Kim tersebut bertujuan membenarkan pengerahan pasukan dan meningkatkan moral militer Korea Utara.
Yonhap melaporkan bahwa Korea Utara sejak Oktober tahun lalu telah mengirim ribuan tentara serta pasokan senjata konvensional untuk mendukung operasi Rusia. Media Rusia bahkan menyebut Pyongyang akan menambah 5.000 pekerja konstruksi militer dan 1.000 pasukan sapper ke Kursk untuk membantu rekonstruksi wilayah tersebut.
Hubungan bilateral Korea Utara dan Rusia semakin menguat dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina dan meningkatnya isolasi kedua negara dari Barat. Secara resmi, hubungan ini dimulai pada 12 Oktober 1948, saat Korea Utara menjalin kerja sama dengan Uni Soviet.
Sejak Vladimir Putin berkuasa, ikatan kedua negara makin erat, khususnya di bidang militer dan ekonomi. Puncaknya, pada 19 Juni 2024, Kim Jong Un dan Putin menandatangani Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif yang dinilai menyerupai aliansi formal.
Sebagai bentuk dukungan nyata, Korea Utara mengirim ribuan tentaranya ke Rusia untuk membantu perang di Ukraina, meski sekitar 600 di antaranya dilaporkan tewas. Sebaliknya, Rusia menunjukkan dukungan politik dengan memblokir pembaruan sanksi PBB terhadap Pyongyang.
Kerja sama ini juga tercermin dalam pembukaan kembali rute kereta penumpang Moskow–Pyongyang pada Juni 2025. Jalur sepanjang 10.000 kilometer itu ditempuh dalam delapan hari, menjadikannya rute kereta terpanjang di dunia saat ini.
Secara geografis, Korea Utara dan Rusia berbagi perbatasan sepanjang 17 kilometer di hilir Sungai Tumen, dekat titik pertemuan dengan Tiongkok. Adapun jarak dari Moskow ke Pyongyang mencapai sekitar 10.000 kilometer, tergantung moda transportasi yang digunakan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!