
Pesan Penting tentang Kelestarian Alam dari GKR Bendara
Dalam perjalanan hidup manusia yang singkat, setiap tindakan yang dilakukan harus memiliki makna dan dampak yang berkelanjutan. Hal ini disampaikan oleh Penghageng Nityabudaya Keraton Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara, dalam acara Kenduri Banyu Udan X di joglo Sekolah Air Hujan di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, pada Selasa, 9 September 2025. Pesan tersebut merujuk pada tiga filosofi yang diajarkan oleh Pangeran Mangkubumi, yang dikenal sebagai Sultan Hamengku Buwono I. Filosofi ini mengajarkan nilai-nilai luhur hubungan manusia dengan alam.
Filosofi pertama adalah hamemayu hayuning bawana, yang artinya setiap tindakan manusia harus berorientasi pada kelestarian alam. Dengan menjaga air dan lingkungan, kita sebenarnya sedang melakukan ibadah sosial sekaligus bentuk rasa syukur terhadap apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Contoh nyata dari pesan ini adalah kegiatan kenduri yang menjadi kampanye air hujan sebagai solusi air bersih untuk masa kini dan masa depan.
Filosofi kedua adalah manunggaling kawula gusti, yang mengajak manusia untuk menyadari bahwa mereka adalah bagian dari ciptaan Tuhan. Filosofi ketiga adalah sangkaan paraning dumadi, yang berarti manusia berasal dari alam dan akan kembali kepada alam. Dengan memahami hal ini, manusia lebih sadar untuk menjaga lingkungan sekitarnya.
Selain itu, GKR Bendara juga memberi contoh melalui para abdi dalem di keraton yang tidak mengenakan alas kaki. Kebiasaan ini bukan hanya aturan formal, tetapi juga bentuk penghargaan terhadap apa yang diberikan alam. Misalnya, saat cuaca panas, abdi dalem harus menghadapinya, sementara saat hujan, mereka tidak boleh berlari. Ini adalah cara untuk menghargai anugerah Tuhan.
GKR Bendara berharap upaya menjaga kelestarian air yang dilakukan Komunitas Banyu Bening dapat menjadi gerakan yang lebih luas. Air hujan yang telah diproses dengan teknologi elektrolisis bisa diminum dan bahkan diakses secara gratis. Sayangnya, pemanfaatan air hujan sebagai sumber air bersih belum banyak dipraktikkan masyarakat luas.
Peran Masyarakat dalam Menjaga Ketersediaan Air
Menurut data Dewan Sumber Daya Air Nasional, sebanyak 70 persen kebutuhan air masyarakat dan 90 persen kebutuhan industri masih dipenuhi dari air tanah. Eksploitasi air tanah yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan muka air tanah, krisis air bersih di beberapa daerah, banjir, serta kekeringan. Oleh karena itu, GKR Bendara menegaskan bahwa kebijakan pemerintah saja tidak cukup. Gerakan masyarakat adalah kunci utama dalam mencukupi kebutuhan air tanpa mengeksploitasi lingkungan.
Agenda Tahunan Komunitas Banyu Bening
Kenduri Banyu Udan merupakan agenda tahunan Komunitas Banyu Bening. Komunitas ini bergerak untuk melakukan kampanye air hujan sebagai solusi air bersih untuk saat ini dan masa depan. Termasuk dalam isu krisis air global dan dampak perubahan iklim.
Komunitas Banyu Bening melakukan kampanye dalam tiga ruang. Pertama adalah Sekolah Air Hujan, tempat ngobrol tentang air hujan dari berbagai aspek, seperti religi, sains, teknologi, dan budaya. Kedua, ruang budaya lewat Sanggar Banyu Bening, salah satunya menciptakan tarian sakral “Riris Mangenjali”, yang berarti memuliakan air hujan. Tarian ini ditarikan oleh perempuan hingga usia remaja dan hanya dipentaskan saat Kenduri Banyu Udan. Seleksi penarinya sangat ketat, mirip dengan penari Bedaya di keraton.
Ketiga, ruang konservasi oleh Jaka Tarub alias Jaringan Tangan Rakyat untuk Bumi. Ruang ini khusus untuk mengolah air hujan dengan konsep 5M: Menampung, Mengolah, Meminum, Menabung, dan Mandiri Air Hujan. Salah satu cara menabung adalah melalui konservasi tanaman mulai dari pembibitan. Bibit-bibit pohon beringin tampak berjejer di tepian halaman. Komunitas ini mengajak masyarakat untuk menanam saat waktu tanam.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!