
Pentingnya Bahasa yang Tepat dalam Mendidik Anak
Mengasuh dan mendidik anak merupakan salah satu tantangan terberat dalam kehidupan. Tidak hanya membutuhkan kesabaran, tetapi juga kemampuan untuk mengelola emosi dan komunikasi yang efektif. Ketika anak mulai memasuki usia remaja, peran orang tua menjadi semakin penting karena mereka mulai menemukan identitas diri dan cenderung lebih sulit diatur.
Ketika anak tidak mau mendengarkan nasihat dari orang tua, rasanya bisa sangat frustasi. Namun, sering kali, hal ini disebabkan oleh cara berkomunikasi yang kurang tepat. Menurut ahli parenting Reem Raouda, ada beberapa kalimat yang sebaiknya dihindari karena dapat memicu resistensi dan ketidaknyamanan pada anak. Berikut ini adalah lima kalimat beracun yang sering digunakan orang tua dan alternatif penggantinya yang lebih efektif.
1. "Jika Kamu Tidak Mendengarkan, Kamu Akan Kehilangan [Hak X]"
Kalimat seperti ini sering digunakan sebagai ancaman agar anak patuh. Misalnya, jika anak tidak ingin tidur siang, maka ia tidak boleh bermain atau menonton TV. Meskipun tujuannya baik, ancaman ini justru membuat anak merasa ditekan dan mungkin akan menolak lebih keras lagi.
Kalimat yang sebaiknya dikatakan:
“Saat kamu siap melakukan [perilaku spesifik X], kita bisa melakukan [aktivitas X yang diinginkan].”
Alasan:
Kalimat ini mengubah dinamika kekuasaan. Orang tua tetap tegas, namun memberikan anak kebebasan untuk menentukan kapan mereka siap memenuhinya. Hal ini membantu anak merasa dihargai dan lebih mudah bekerja sama.
2. "Karena Ibu Bilang Begitu"
Ketika anak bertanya mengapa mereka dilarang melakukan sesuatu, jawaban seperti ini bisa membuat anak tidak ingin mendengarkan. Kalimat ini tidak memberikan alasan yang jelas dan justru mengajarkan kepatuhan buta.
Kalimat yang sebaiknya dikatakan:
“Ibu tahu kamu tidak suka keputusan ini. Ibu akan menjelaskannya, lalu kita lanjutkan.”
Alasan:
Dengan menjelaskan alasan, anak merasa dihormati dan lebih mudah menerima. Ini juga membuka ruang komunikasi dua arah, sehingga anak merasa didengar dan dipahami.
3. "Berapa Kali Ibu Harus Memberitahumu?"
Meski terdengar manusiawi, kalimat ini bisa membuat anak merasa dihakimi dan tidak dihargai. Banyak anak yang bersikap sulit bukan karena sengaja menentang, melainkan karena bingung atau merasa tidak paham.
Kalimat yang sebaiknya dikatakan:
"Ibu sudah menanyakan hal ini beberapa kali. Bantu Ibu memahami apa yang membuat ini menjadi sulit bagimu."
Alasan:
Pertanyaan ini membantu anak mengungkapkan perasaan mereka. Dengan begitu, orang tua bisa lebih memahami akar masalah dan mencari solusi yang lebih baik.
4. "Berhenti Menangis, Kamu Baik-Baik Saja"
Ketika anak menangis, banyak orang tua langsung meminta mereka berhenti tanpa memahami penyebabnya. Kalimat ini justru mengabaikan emosi anak dan membuat mereka merasa tidak didengar.
Kalimat yang sebaiknya dikatakan:
“Ibu lihat kamu benar-benar kesal. Coba ceritakan apa yang terjadi.”
Alasan:
Dengan mengakui perasaan anak, mereka merasa aman dan lebih cepat tenang. Hal ini juga membangun kepercayaan antara anak dan orang tua.
5. "Kamu Lebih Pintar/Paham dari Itu"
Kalimat ini bisa membuat anak merasa malu dan ragu terhadap kemampuan diri sendiri. Kalimat ini bersifat merendahkan dan bisa merusak kepercayaan diri.
Kalimat yang sebaiknya dikatakan:
“Ada sesuatu yang menghalangimu untuk menjadi yang terbaik saat ini. Mari kita bicarakan hal itu.”
Alasan:
Kalimat ini mencerminkan pola pikir positif dan membuka ruang untuk diskusi. Ini juga menunjukkan bahwa orang tua percaya pada kemampuan anak dan siap membantu.
Kesimpulan
Perubahan frasa dalam berbicara dengan anak bukan sekadar soal kata-kata, tetapi juga representasi dari cara pandang dalam pengasuhan. Alih-alih memperlakukan pembangkangan sebagai sesuatu yang harus diredam, kita mulai melihatnya sebagai sinyal: panggilan untuk koneksi, kejelasan, atau dukungan emosional. Dengan menggunakan bahasa yang lebih lembut dan penuh makna, hubungan antara orang tua dan anak bisa menjadi lebih harmonis dan saling memahami.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!