
Penjelasan KPK Mengenai Penggunaan Pasal Pemerasan dalam Kasus Korupsi Sertifikat K3
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap alasan penggunaan Pasal Pemerasan dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel dan 10 tersangka lainnya. Hal ini dilakukan karena ditemukan modus khusus dalam pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pemerasan terjadi dengan cara memperlambat atau mempersulit proses pengurusan sertifikat K3, bahkan tidak diproses sama sekali. Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (22/8/2025), ia menyatakan bahwa perbedaan utama antara pemerasan dan suap adalah pada modus yang digunakan.
“Kenapa menggunakan Pasal Pemerasan? Tidak menggunakan Pasal Suap? Tadi di awal sudah disampaikan oleh Bapak Ketua bahwa ada tindak pemerasan ini dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses. Itu perbedaannya,” kata Asep.
Menurut Asep, para buruh yang melakukan pendaftaran sertifikat K3 telah membawa persyaratan lengkap. Namun, para tersangka mempergunakan modus pemerasan dengan memperlambat dan mempersulit proses pengurusan sertifikat tersebut. Bahkan, jika tidak memberikan sejumlah uang, proses tidak akan dilanjutkan.
“Bahkan kalau tidak memberikan sejumlah uang, tidak diproses. Tidak keluar-keluar ini. (Sertifikat K3) seperti itu. Bedanya kalau suap, kalau suap, (contohnya) si buruhnya itu tidak lengkap (syaratnya). Misalkan ada persyaratan yang tidak lengkap, lalu nego dan menawarkan uang,” tambahnya.
Asep juga menjelaskan bahwa pemerasan yang dilakukan oleh tersangka memberikan tekanan psikologis kepada para buruh karena sertifikat K3 sangat dibutuhkan. Hal ini membuat para pemohon merasa tertekan dan tidak yakin kapan proses akan selesai.
“Sehingga si pemohon menjadi tertekan secara psikologis. Dan dia juga kan perlu cepat barangnya. Dan dia tidak ada kepastian kapan ini bisa segera selesai,” ujar Asep.
Penetapan Tersangka oleh KPK
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Wamenaker Immanuel Ebenezer alias Noel dan 10 orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3 di Kementerian Ketenagakerjaan. Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan bahwa perkara ini telah naik ke tahap penyidikan dengan menetapkan 11 orang sebagai tersangka.
Daftar tersangka mencakup IBM, GAH, SB, AK, IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan), FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM. Selain Noel, 10 tersangka lainnya adalah Irvian Bobby Mahendro selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 Kemenaker tahun 2022-2025, Gerry Adita Herwanto Putra selaku Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja Kemenaker, serta Subhan selaku Subkoordinator Keselamatan Kerja Direktorat Bina K3 Kemenaker tahun 2020-2025.
Selain itu, Anitasari Kusumawati selaku Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja Kemenaker, Fahrurozi selaku Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Kemenaker, Hery Sutanto selaku Direktur Bina Kelembagaan Kemenaker 2021-2025, Sekarsari Kartika Putri selaku subkoordinator, Supriadi selaku koordinator, serta Temurila dan Miki Mahfud dari pihak PT KEM Indonesia.
Akibat Perbuatan Tersangka
Akibat perbuatannya, Noel dan 10 tersangka lainnya dipersangkakan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya, KPK melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Gedung Merah Putih Jakarta. Penahanan terhitung tanggal 22 Agustus sampai dengan 10 September 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!