
Demonstrasi Besar di Israel Akibat Kekhawatiran terhadap Sandera dan Situasi di Gaza
Warga Israel kembali turun ke jalan dalam jumlah besar untuk menyampaikan protes terhadap situasi yang sedang berlangsung di wilayah Gaza. Unjuk rasa ini menjadi yang terbesar dalam 22 bulan terakhir, dengan partisipasi ratusan ribu orang. Mereka menuntut tindakan lebih cepat dan efektif untuk membebaskan sandera yang masih ditahan di wilayah tersebut.
Kekhawatiran warga Israel meningkat setelah rencana operasi militer di beberapa wilayah padat penduduk di Gaza. Banyak dari mereka khawatir bahwa tindakan tersebut justru akan memperburuk kondisi para sandera yang masih ada. Dari total 50 sandera yang diketahui masih hidup, hanya sekitar 20 orang yang diyakini masih dalam keadaan baik.
Yehuda Cohen, ayah dari Nimrod yang ditahan di Gaza, menyampaikan kekecewaannya terhadap pemerintah yang dinilainya tidak memberikan perhatian serius terhadap nasib keluarganya. Ia mengatakan bahwa warga Israel hidup dalam situasi yang sangat sulit, di mana anak-anak mereka ditahan oleh organisasi tertentu sementara pemerintah enggan membebaskan mereka karena alasan politik.
Banyak mantan pejabat intelijen dan militer Israel juga mulai menyuarakan pentingnya mencari solusi damai untuk mengakhiri konflik. Mereka menilai bahwa perang yang terus berlangsung tidak hanya merugikan masyarakat sipil, tetapi juga mengancam keselamatan para sandera.
Demonstrasi berlangsung di berbagai lokasi strategis, termasuk di depan rumah tokoh politik, markas militer, dan jalur utama. Peserta unjuk rasa melakukan berbagai tindakan seperti memblokir jalan, menyalakan api unggun, serta menutup beberapa tempat hiburan sebagai bentuk solidaritas. Polisi melaporkan bahwa sebanyak 38 orang ditangkap selama aksi tersebut.
Beberapa peserta membawa foto anak-anak Palestina yang tampak kurus dan menderita. Gambar seperti ini semakin umum terlihat di demonstrasi Israel, menggambarkan peningkatan emosi masyarakat terhadap kondisi di Gaza. Sejak lebih dari 250 kematian akibat malnutrisi dilaporkan, rasa marah dan prihatin semakin tinggi.
Tekanan terhadap Perdana Menteri Netanyahu
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadapi tekanan yang cukup berat dari berbagai pihak. Ia ingin meningkatkan operasi militer di Gaza, tetapi di sisi lain, banyak anggota koalisi pemerintah yang menentang langkah tersebut. Beberapa dari mereka bahkan mengancam akan melakukan pemberontakan jika tidak ada perubahan.
Netanyahu menegaskan bahwa upaya untuk mengakhiri perang tanpa mengalahkan Hamas justru akan memperkuat posisi kelompok tersebut. Ia menilai bahwa tindakan seperti itu akan memperlambat pembebasan sandera dan berpotensi mengulangi tragedi 7 Oktober 2023, ketika serangan Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang dan memicu konflik saat ini.
Pada akhir tahun lalu, saat pemerintah Israel menyetujui gencatan senjata yang membebaskan beberapa sandera, anggota kabinet sayap kanan mengancam akan menjatuhkan pemerintahan Netanyahu. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan yang signifikan dalam pemerintahan.
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich juga mengkritik unjuk rasa yang digelar warga. Ia menyebut demonstrasi tersebut sebagai tindakan yang merugikan dan justru menguntungkan Hamas. Menurutnya, aksi tersebut tidak hanya membahayakan keselamatan negara, tetapi juga mengorbankan nasib sandera yang masih ditahan.
Kondisi Darurat di Gaza
Di Gaza, situasi kemanusiaan semakin memprihatinkan. Pihak rumah sakit dan saksi mata melaporkan bahwa militer Israel telah membunuh sedikitnya 17 orang pencari bantuan, termasuk beberapa orang yang menunggu truk bantuan PBB di koridor Morag. Dua anak dan lima orang dewasa juga meninggal akibat malnutrisi pada hari yang sama.
Hamza Asfour, seorang warga yang berada di lokasi kejadian, mengungkapkan bahwa ia harus memilih antara mengambil risiko atau menunggu keluarganya mati kelaparan. Ia mengatakan bahwa situasi ini sangat sulit dan membutuhkan tindakan segera.
Militer Israel belum memberikan komentar resmi mengenai insiden tersebut. Namun, data dari Kementerian Kesehatan Gaza menunjukkan bahwa sejak awal perang, serangan udara dan darat Israel telah menewaskan lebih dari 61.900 orang, setengahnya adalah wanita dan anak-anak.
PBB memperingatkan bahwa tingkat kelaparan dan malnutrisi di Gaza mencapai titik tertinggi sejak perang dimulai. Meskipun beberapa jalur logistik telah dibuka, aliran bantuan tetap terbatas, membuat kondisi masyarakat semakin memprihatinkan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!