
Kritik terhadap Film Animasi Merah Putih: One for All dan Pentingnya Kualitas Visual
Film animasi Merah Putih: One for All belakangan menjadi perhatian publik. Dengan tema nasionalisme dan persatuan, film ini diharapkan mampu membangkitkan rasa bangga terhadap karya animasi lokal. Namun, kritik terhadap kualitas visual yang dinilai kurang memenuhi standar membuat film ini mendapat berbagai tanggapan, baik pro maupun kontra.
Seorang dosen Ilmu Komunikasi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair), Irfan Wahyudi, menyampaikan bahwa kualitas teknis dan estetika sangat penting dalam karya audio-visual. Menurutnya, penerimaan pesan oleh audiens sangat bergantung pada cara penyajian sebuah karya.
“Film, baik animasi maupun non-animasi, harus memenuhi kaidah estetika karena itu berkaitan dengan penerimaan audiens. Ketika visual tidak mendukung, pesan yang ingin disampaikan berisiko tidak efektif,” ujarnya.
Irfan menilai bahwa kritik terhadap film One for All adalah hal wajar. Pasalnya, masyarakat kini sudah terbiasa dengan standar animasi yang tinggi sehingga ekspektasi mereka semakin meningkat.
“Dalam menikmati karya visual, yang pertama kali terlihat adalah kualitas visualnya, baru kemudian pesan yang dibawa. Jika visual lemah, maka pesan, termasuk pesan nasionalisme bisa tertutupi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Irfan menjelaskan bahwa pesan dalam karya audio-visual tidak bisa dilepaskan dari kualitas media yang digunakan. Ia memberikan contoh seperti dalam tulisan yang membutuhkan gaya bahasa yang baik agar isi tersampaikan, begitu pula dalam film animasi kualitas visual menjadi pintu masuk bagi audiens.
“Kalau visualnya bagus, barulah pesan bisa diresapi dengan baik. Tetapi ketika pesan heroik atau nasionalisme tertutupi oleh visual yang tidak memenuhi standar, maka dampaknya justru berlawanan dengan tujuan awal,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti perbandingan publik dengan karya animasi lain yang dinilai lebih baik. Menurutnya, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi industri animasi lokal untuk terus meningkatkan kualitas agar mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional.
Meski demikian, Irfan menekankan bahwa satu karya dengan kualitas rendah tidak serta-merta meruntuhkan citra kreatif bangsa. Menurutnya, masyarakat sudah memiliki referensi dari berbagai karya animasi Indonesia lain yang digarap dengan serius dan menghasilkan apresiasi positif.
“Yang penting adalah kita terus belajar dan meningkatkan kualitas. Jangan sampai satu kasus dijadikan kesimpulan untuk semua karya animasi Indonesia,” tegasnya.
Irfan menyoroti perlunya rumah produksi mengutamakan kualitas teknis sebelum menyampaikan pesan. Dengan begitu, pesan budaya maupun nilai nasionalisme dapat diterima audiens secara efektif dan sekaligus meningkatkan kebanggaan masyarakat terhadap karya lokal.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!