Emiten Batubara Giat Perluas Bisnis, Ini Pandangan Analis

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Langkah Strategis Perusahaan Batubara dalam Diversifikasi Bisnis

Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi pasar batubara, sejumlah perusahaan tambang batubara di Indonesia mulai memperluas cakupan bisnis mereka. Upaya ini dilakukan untuk mencari peluang pertumbuhan yang lebih stabil dan berkelanjutan di masa depan.

Salah satu contohnya adalah PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), yang melakukan pembelian saham sebesar 585 juta lembar NICE atau setara dengan 9,62% kepemilikan saham. Transaksi ini dilakukan pada 4 Juli 2025 dengan harga Rp 438 per saham, sehingga total dana yang dikeluarkan mencapai Rp 285,48 miliar. Direktur Utama ITMG, Mulianto, menyatakan bahwa langkah ini merupakan komitmen perusahaan untuk ikut serta dalam tren elektrifikasi global. Dengan fokus pada pengembangan mineral kritis seperti nikel, ITMG ingin mendukung industri baterai kendaraan listrik.

Meski tidak secara eksplisit menyebutkan kemungkinan peningkatan kepemilikan saham, Mulianto menegaskan bahwa segala opsi untuk meningkatkan nilai perusahaan akan dipertimbangkan, baik melalui peningkatan kepemilikan saham maupun kerja sama strategis.

Selain ITMG, emiten lain seperti PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) juga aktif melakukan diversifikasi bisnis. DSSA fokus pada energi terbarukan melalui pabrik sel dan panel surya yang berkapasitas 1 GW per tahun di Kawasan Industri Kendal, Jawa Barat. Investasi untuk proyek ini mencapai lebih dari Rp 1,5 triliun. Selain itu, DSSA juga bekerja sama dengan PT FirstGen Geothermal Indonesia untuk mengembangkan proyek panas bumi berkapasitas hingga 440 MW di enam wilayah strategis.

PT Bumi Resources Tbk (BUMI) juga melakukan ekspansi ke bisnis non-batubara dengan mengakuisisi tambang emas dan tembaga Wolfram Limited asal Australia. Untuk pendanaan, BUMI menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I BUMI Tahap II Tahun 2025 senilai Rp 721,61 miliar. Sebagian dari dana ini akan digunakan untuk akuisisi tambang tersebut.

Sementara itu, PT Indika Energy Tbk (INDY) baru-baru ini mendirikan perusahaan baru, PT Trimatra Bioenergi Angkasa (TBA), yang bergerak di bidang kimia dasar organik dari hasil pertanian. Ini memperluas portofolio bisnis INDY di luar batubara. Sebelumnya, INDY telah menjalankan proyek tambang emas, energi terbarukan, hingga ekspansi ke sektor kendaraan listrik.

PT Alamtri Resources Tbk (ADRO) juga melakukan pemisahan lini bisnis batubara termal ke PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI). Kini, ADRO fokus pada energi terbarukan dan hilirisasi mineral, termasuk pengembangan smelter aluminium.

PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga mulai aktif menggarap proyek hilirisasi batubara. Beberapa proyek yang sedang dikembangkan antara lain kalium humate dari batubara kalori rendah, artificial graphite untuk baterai kendaraan listrik, serta wood pellet dari tumbuhan kaliandra merah di bekas tambang sebagai sumber biomassa alternatif.

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Arinda Izzaty menilai bahwa aksi diversifikasi ini merupakan suatu keharusan di tengah tren transisi energi global. Tekanan harga batubara, regulasi lingkungan, dan dorongan investor terhadap prinsip ESG membuat perusahaan tidak bisa hanya bergantung pada bisnis batubara.

Strategi ini memberikan beberapa manfaat, seperti ketahanan terhadap fluktuasi harga batubara, peluang margin yang lebih tinggi dari produk turunan, serta akses pendanaan dan investor yang lebih mudah. Namun, risiko juga cukup besar, termasuk investasi modal yang tinggi, periode pengembalian yang panjang, serta tantangan teknis dan regulasi.

Menurut Arinda, emiten harus memiliki struktur pendanaan yang sehat, rasio utang yang terjaga, serta analisis kelayakan proyek yang komprehensif. Skala investasi juga disarankan dilakukan bertahap, misalnya dengan memperkuat kemitraan dengan pihak yang sudah berpengalaman di bidang baru.

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menambahkan bahwa kemampuan dalam mencari dan mengoptimalkan pendanaan sangat krusial. Diversifikasi bisnis merupakan proyek jangka panjang dan tetap penuh risiko. Oleh karena itu, aktivitas penggalangan dana di pasar modal akan semakin ramai.

Dalam jangka pendek, dampak dari diversifikasi belum terasa signifikan. Namun, peluang pemulihan kinerja emiten batubara masih ada seiring peningkatan permintaan komoditas menjelang akhir tahun.

Nafan merekomendasikan saham BUMI dan ITMG dengan target harga masing-masing Rp 145 per saham dan Rp 25.800 per saham. Dia juga menyarankan akumulasi beli saham ADRO dengan target harga Rp 2.550 per saham. Sementara itu, Arinda menilai saham INDY layak dicermati dengan target harga Rp 2.200 per saham.