
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II 2025 Mengalami Peningkatan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan kedua tahun 2025 mencatatkan angka sebesar 5,12 persen secara year-on-year (YoY). Meskipun angka ini menunjukkan pertumbuhan yang positif, masih ada beberapa aspek yang menjadi perhatian. Salah satu faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga, yang tetap menjadi sumber utama pertumbuhan. Selain itu, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,97 persen dan berkontribusi sebesar 54,25 persen terhadap total produk domestik bruto (PDB). Sementara itu, investasi meningkat sebesar 6,99 persen dengan kontribusi sebanyak 27,83 persen dari PDB. Dengan kombinasi keduanya, perekonomian Indonesia diperkirakan akan berada dalam kisaran 4,6 hingga 5,4 persen pada tahun 2025.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) Bank Indonesia (BI), Juli Budi Winantya, menjelaskan bahwa investasi memiliki efek multiplier yang luas. Investasi tidak hanya mendorong produksi, tetapi juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja. "Investasi ini memiliki efek terhadap ekonomi yang bisa disebut backward linkage dan forward linkage. Investasi ini terlihat sebagian besar dari impor barang modal. Pembelian barang modal ini berkaitan erat dengan produksi dan penyerapan tenaga kerja," ujarnya dalam sebuah briefing media di Yogyakarta, Jumat (22/8).
Menurutnya, saat ini investasi, terutama di sektor berorientasi ekspor, terus menunjukkan peningkatan. Dari sisi hulu, aktivitas investasi mendorong impor barang modal dan bahan baku. Sementara dari sisi hilir, hasil produksi akan masuk ke pasar dan mendorong perputaran ekonomi. Selain itu, Juli menyebutkan adanya faktor lain yang turut mendukung pertumbuhan ekonomi, seperti konsumsi rumah tangga yang tetap solid, ekspor yang diperkirakan tumbuh positif, serta realisasi belanja pemerintah yang meningkat.
Kinerja ekspor didorong oleh kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS). Tarif yang dikenakan untuk produk-produk Indonesia lebih rendah dari perkiraan awal, hanya sebesar 19 persen. Hal ini membuat produk Indonesia lebih kompetitif di pasar global. "Sehingga, ekspor akan lebih tinggi dan akan meningkatkan rasa percaya diri. Akibatnya, investasi yang masuk juga akan lebih tinggi," tambah Juli.
Investasi yang terus tumbuh, belanja pemerintah yang meningkat, serta dorongan stimulus dari BI dan pemerintah menjadi sinyal positif. Hal ini memperkuat proyeksi pertumbuhan ekonomi di semester kedua tahun 2025 yang diharapkan lebih baik dibandingkan semester pertama tahun yang sama.
Meski demikian, Juli mengingatkan adanya potensi hambatan tambahan. Salah satunya adalah tarif transhipment yang berisiko memengaruhi kelancaran arus perdagangan. "Memang masih ada risiko terkait dengan additional tarif untuk transhipment. Tapi secara umum, tarifnya lebih rendah," ujarnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!