
Kepatuhan terhadap Independensi Bank Indonesia Menjadi Perhatian Utama
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyampaikan pandangan mengenai pernyataan Menteri Keuangan yang menyentuh arah kebijakan moneter dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR. Ia menilai bahwa pernyataan tersebut memicu pertanyaan mengenai batas kewenangan antara otoritas fiskal dan moneter.
Menurutnya, secara hukum, Undang-Undang Bank Indonesia secara jelas melarang pemerintah melakukan intervensi langsung terhadap kebijakan moneter seperti penetapan suku bunga, pengendalian inflasi, dan pengelolaan nilai tukar. Setiap komentar yang terkesan mengarahkan atau mengkritisi kebijakan moneter dapat dipersepsikan sebagai gangguan terhadap independensi bank sentral.
Risiko Jika Pemerintah Mengganggu Kredibilitas BI
Josua menekankan bahwa dalam praktik internasional, kredibilitas bank sentral sangat bergantung pada tingkat kebebasannya dari intervensi politik. Jika muncul kesan bahwa pemerintah berupaya mengendalikan arah kebijakan moneter, maka risiko yang muncul adalah melemahnya kepercayaan investor. Hal ini bisa tercermin dalam arus keluar modal, tekanan terhadap nilai tukar rupiah, atau kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah karena investor menuntut premi risiko yang lebih tinggi.
Sinergi Fiskal-Moneter Harus Tetap Hormati Independensi BI
Di sisi lain, Josua mengakui bahwa sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter tetap penting selama dijalankan dalam kerangka yang transparan, akuntabel, dan tetap menghormati independensi Bank Indonesia. Ia menjelaskan bahwa sinergi diperbolehkan selama sebatas koordinasi, bukan intervensi.
Ia menambahkan, jika pernyataan Menteri Keuangan hanya dimaknai sebagai dorongan agar kebijakan fiskal dan moneter lebih sinkron dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, maka dampaknya bisa bersifat netral. Namun, jika pernyataan tersebut ditafsirkan sebagai upaya mengarahkan BI, maka risiko terhadap kredibilitas institusi moneter akan meningkat.
Likuiditas Kering Akibat Ketidakselarasan Kebijakan Moneter dan Fiskal
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa kondisi sistem keuangan nasional dinilai cukup "kering" dalam satu tahun terakhir. Ia menilai hal ini disebabkan oleh ketidakselarasan antara kebijakan fiskal dan moneter.
Purbaya menyebutkan bahwa kondisi ini menyebabkan perputaran uang di masyarakat menjadi tersendat, yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya kesulitan masyarakat dalam mencari pekerjaan. Sebagai langkah awal mengatasi persoalan tersebut, pemerintah berencana menempatkan dana sebesar Rp200 triliun di perbankan nasional. Dana itu berasal dari total simpanan pemerintah sebesar Rp430 triliun yang saat ini masih ditempatkan di Bank Indonesia. Rencana ini, kata Purbaya, telah dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Langkah-Langkah untuk Memperbaiki Sistem Keuangan Nasional
Dalam upaya memperbaiki situasi, pemerintah berkomitmen untuk mengalokasikan dana yang cukup besar ke sistem perbankan nasional. Dengan demikian, harapannya adalah dapat meningkatkan likuiditas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penempatan dana tersebut juga bertujuan untuk memastikan distribusi uang yang lebih merata di masyarakat, sehingga mempercepat perputaran ekonomi.
Selain itu, pemerintah juga sedang mengevaluasi efisiensi anggaran untuk tahun 2026. Dalam beberapa waktu terakhir, penyerapan anggaran dinilai lambat, sehingga diperlukan pendampingan lebih intensif dari kementerian terkait. Hal ini bertujuan untuk memastikan alokasi dana dapat digunakan secara optimal dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!