
Gubernur Jabar Ingin Pindahkan Industri Pertahanan ke Kertajati
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali mengangkat rencana pemindahan dua perusahaan milik negara, yaitu PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan PT Pindad dari Bandung ke kawasan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Majalengka. Rencana ini sebenarnya sudah ada sejak 2016 lalu, namun kini kembali menjadi fokus utama.
Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa perpindahan ini bertujuan untuk mempercepat perkembangan industri pertahanan dalam negeri. Menurutnya, PTDI selama ini menghadapi kendala terkait lahan yang terbatas serta lokasi yang berada di tengah permukiman penduduk. Hal ini menyulitkan proses pengujian pesawat yang membutuhkan landasan pacu yang cukup panjang.
“Tidak mungkin PTDI di Bandung berkembang pesat jika pengujian pesawatnya terkendala karena keterbatasan landasan. Saya punya gagasan, bagaimana kalau semua industri pertahanan dipusatkan di Kertajati,” ujarnya saat berbicara di Kampus UNPAD, Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, Jumat (22/8/2025).
Rencana ini telah disampaikan kepada beberapa pihak penting, seperti Direktur Utama PTDI, Pindad, dan juga Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau). Selain itu, Dedi juga menekankan gagasan ini kepada Menteri BUMN dan Komisi I DPR.
Keuntungan Pemindahan ke Kertajati
Dengan luasnya lahan di Kertajati, PTDI akan memiliki ruang yang lebih leluasa untuk melakukan uji coba dan meningkatkan produksi. Selain itu, Dedi menyebutkan bahwa pesawat F-16 yang selama ini tidak bisa dites di Bandung, akan bisa dites dengan baik di Kertajati.
“Mudah-mudahan pikiran ini sama dengan Mas Budi di Komisi I DPR RI. Kami memiliki kesamaan gagasan dan pemikiran,” katanya.
Jika rencana ini terwujud, maka Kertajati tidak hanya menjadi pusat industri pertahanan, tetapi juga akan mendapat dorongan untuk menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dedi berharap, status KEK ini dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian daerah.
Dari sisi penerbangan komersial, ia optimis bahwa aktivitas penerbangan di BIJB akan kembali pulih, mirip dengan yang terjadi di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta. “Jika kawasan ekonomi khusus terbentuk, maskapai penerbangan sipil akan mulai beroperasi. Tidak ada hambatan jika pangkalan udara tetap membuka layanan penerbangan sipil,” jelasnya.
Mengurangi Beban Fiskal Daerah
Selain itu, pemindahan ini juga diharapkan dapat mengurangi beban fiskal daerah. Saat ini, biaya perawatan BIJB mencapai Rp60 miliar per tahun. Namun, jika industri pertahanan masuk, biaya pemeliharaan bandara bisa ditanggung oleh pemerintah pusat.
“Biaya perawatan akan hilang. Nanti sudah dibiayai oleh industri pertahanan. Pemerintah provinsi tidak perlu lagi membiayainya,” pungkas Dedi Mulyadi.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!