
Serangan Israel di Kota Gaza dan Pernyataan Brigade Al-Qassam
Serangan yang dilakukan oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) terhadap wilayah Gaza telah memicu respons keras dari Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas). Dalam sebuah pernyataan resmi, brigade tersebut merilis foto para sandera Israel yang ditahannya, sebagai bagian dari upaya untuk menunjukkan ketangguhan mereka dalam menghadapi serangan besar-besaran.
Foto-foto tersebut dirilis saat pasukan Israel meluncurkan operasi darat di kota Gaza. Dalam komentarnya, Brigade Al-Qassam menyebut bahwa tindakan ini dilakukan atas keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Kepala Staf IDF, Edelstein. Menurut pernyataan mereka, operasi ini akan berdampak signifikan terhadap keamanan dan stabilitas wilayah Gaza.
Pimpinan militer Brigade Al-Qassam sebelumnya telah menyatakan bahwa Gaza bukanlah target empuk bagi tentara pendudukan. Mereka menegaskan bahwa mereka siap menghadapi serangan apa pun dengan penuh keyakinan. "Kami tidak takut kepada kalian dan siap mengirim jiwa prajurit kalian ke neraka," ujarnya. Ia juga menyampaikan ancaman bahwa Gaza akan menjadi kuburan bagi pasukan Israel, dengan persiapan ribuan penyergapan dan bom rekayasa.
Pelatihan dan Target Utama
Brigade Al-Qassam juga mengungkap bahwa para pejuang mereka telah dilatih untuk meletakkan alat peledak di dalam kabin kendaraan pendudukan Israel. Mereka menekankan bahwa buldoser pendudukan akan menjadi target utama, sementara jumlah tawanan yang ditahan akan terus meningkat. "Tawanan kalian tersebar di seluruh wilayah Gaza, dan kami tidak akan membiarkan mereka hidup selama Netanyahu memutuskan untuk membunuh mereka," tambahnya.
Ia juga mengingatkan bahwa setiap aksi Israel akan berdampak pada nasib para tawanan. "Memulai dan memperluas operasi kriminal ini berarti kalian tidak akan bisa membebaskan satu pun tahanan, baik yang hidup maupun yang mati. Nasib mereka semua akan sama seperti Ron Arad," katanya. Ron Arad adalah seorang pilot Israel yang hilang sejak 1986 saat pesawatnya jatuh di Lebanon.
Kehancuran dan Korban Jiwa
Serangan Israel di Kota Gaza telah menewaskan 60 warga Palestina, menurut laporan otoritas kesehatan Gaza. Operasi militer Israel juga mencakup penggalian terowongan bawah tanah dan pengeboman struktur jebakan di wilayah tersebut. Militer Israel mengklaim telah menghancurkan hingga 20 blok menara di kota Gaza dalam dua minggu terakhir.
Sejak awal September, Israel melakukan kampanye untuk menargetkan gedung-gedung tinggi di kota tersebut. Militer Israel juga mengambil alih pinggiran timur kota, termasuk daerah Sheikh Radwan dan Tel Al-Hawa, dengan rencana untuk melanjutkan penyerbuan ke bagian tengah dan barat kota.
Media Israel melaporkan bahwa lebih dari 500.000 orang telah meninggalkan kota Gaza sejak awal September. Sementara itu, Hamas membantah laporan tersebut dan menyatakan bahwa hanya 300.000 orang yang pergi, dengan 900.000 orang masih tersisa, termasuk sandera Israel.
Situasi Kemanusiaan yang Memburuk
Sejak Oktober 2023, serangan Israel di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 65.208 warga Palestina dan melukai sedikitnya 166.271 orang. Blokade bantuan telah memperparah situasi kemanusiaan, dengan 440 orang meninggal karena kelaparan, termasuk 147 anak-anak. Selain itu, 2.518 orang tewas dalam serangan Israel ketika mereka mencari bantuan, dan lebih dari 18.449 lainnya terluka sejak Mei 2024.
Israel menyalahkan Hamas atas kondisi ini, merujuk pada Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan Hamas pada 7 Oktober 2023. Hamas menyebut aksinya sebagai perlawanan terhadap pendudukan Israel sejak 1948 dan kontrol atas kompleks Masjid Al-Aqsa.
Meski ada pertukaran tahanan pada tahun 2023 dan Januari 2025, Israel mengklaim sekitar 50 sandera masih ditahan di Gaza. Dengan dalih menekan Hamas, Israel menutup akses ke Gaza dan meluncurkan serangan terus-menerus, yang telah membunuh puluhan ribu warga sipil dan memaksa mereka mengungsi.
Perundingan Gencatan Senjata yang Tidak Jelas
Nasib perundingan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang ditengahi oleh Qatar dan Mesir masih belum jelas. Hamas tetap bersikeras pada tuntutan awalnya, yaitu gencatan senjata permanen, penarikan pasukan Israel dari Gaza, pertukaran sandera dengan ribuan tahanan Palestina, serta penyaluran bantuan kemanusiaan tanpa hambatan. Sementara itu, Israel masih bersikeras agar Hamas menyerahkan senjata, membebaskan seluruh sandera, dan membubarkan gerakan tersebut.
Serangan Israel ke Doha pada 9 September lalu memperburuk situasi, sehingga Qatar berjanji memberikan balasan dan menuntut permintaan maaf dari Israel.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!