
Perkembangan Ekonomi Global yang Berpotensi Melemah
Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa perekonomian global kini berisiko melambat dari proyeksi awalnya. Hal ini terjadi setelah adanya kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang memperluas cakupan tarif impor. Sebelumnya, tarif hanya diterapkan pada 44 negara, namun kini mencakup hingga 70 negara.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) BI, Juli Budi Winantya, menjelaskan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebelumnya diperkirakan berada di kisaran 3 persen. Namun, kini ada ancaman bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan lebih lemah dari perkiraan sebelumnya.
“Secara umum, perkembangan tarif ini menimbulkan risiko bahwa ekonomi dunia akan lebih lemah dari yang kita perkirakan,” ujar Juli dalam pelatihan wartawan bersama BI di Yogyakarta, Jumat (22/8).
Dampak Tarif yang Berbeda-Beda untuk Setiap Negara
Juli menyampaikan bahwa setiap negara mengalami dampak yang berbeda-beda akibat perubahan tarif tersebut. Beberapa negara mengalami kenaikan tarif, seperti India yang awalnya dikenai tarif 25 persen, kini naik menjadi 50 persen. Sementara itu, Swiss mengalami kenaikan dari 31 persen menjadi 39 persen.
Di sisi lain, beberapa negara justru mengalami penurunan tarif. Contohnya adalah Indonesia, yang sebelumnya dikenai tarif 32 persen, kini turun menjadi 19 persen. Uni Eropa juga mengalami penurunan dari 50 persen menjadi 15 persen, sedangkan Tiongkok dari 145 persen menjadi 41 persen. Perbedaan ini menunjukkan bahwa dampak tarif tidak merata di seluruh dunia.
Perubahan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Tertentu
Selain merevisi outlook ekonomi dunia, BI juga melakukan perubahan pada proyeksi pertumbuhan ekonomi beberapa negara. AS direvisi dari 2,1 persen menjadi 2,2 persen, sedangkan India dari 6,6 persen menjadi 6,5 persen.
Di sisi lain, negara-negara yang mengalami penurunan tarif dan masih menunjukkan kekuatan ekonomi justru diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Misalnya, Eropa direvisi naik dari 0,9 persen menjadi 1 persen, Tiongkok dari 4,3 persen menjadi 4,6 persen, serta Jepang dari 0,8 persen menjadi 1 persen.
“Ini adalah rangkuman mengenai ekonomi dunia yang dengan perkembangan terkini berpotensi lebih lemah dari yang kita perkirakan sebelumnya di 3 persen,” tambah Juli.
Kinerja Ekspor Indonesia yang Tetap Kuat
Meski ada risiko perlambatan ekonomi global, Juli yakin bahwa kinerja ekspor Indonesia tetap kuat. Hal ini didukung oleh posisi tarif Indonesia yang relatif lebih rendah dibandingkan sejumlah negara lain. Selain itu, mitra dagang utama Indonesia juga memiliki tarif yang lebih rendah.
“Kaitannya dengan tarif ketidakpastian masih ada dalam jangka pendek. Namun, yang disampaikan terkait Indonesia, tarifnya lebih rendah dan mitra dagang kita juga memiliki tarif yang rendah. Kami yakini ekspornya akan tetap baik,” jelas Juli.
Potensi Hambatan Tambahan
Namun, Juli mengingatkan adanya potensi hambatan tambahan berupa tarif transhipment yang berisiko memengaruhi kelancaran arus perdagangan.
“Memang masih ada risiko terkait dengan additional tarif untuk transhipment, tapi secara umum tarifnya lebih rendah,” ujarnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!