
Tradisi Ruwatan Dieng Culture Festival 2025: Kumpulan Permintaan Unik Anak-Anak yang Menghiasi Acara
Dieng Culture Festival (DCF) ke-15 tahun 2025 kembali menjadi pusat perhatian dengan tradisi ruwatan yang diikuti delapan anak berambut gimbal dari berbagai daerah. Sebelum prosesi pencukuran rambut dilakukan, setiap anak menyampaikan permintaan pribadi yang harus dipenuhi sebagai bagian dari ritual budaya yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
Setiap anak memiliki permintaan yang unik dan menarik. Adinda Wijayanti Putri (14), yang berasal dari Depok, meminta untuk dicukur oleh dua tokoh adat ternama, yaitu Mbah Sumarsono dan Mbah Sumanto. Sementara itu, Aisyah Rahmadani (8) dari Sigaluh menginginkan baju kembar dan sepeda lipat biru, yang berkaitan dengan saudara kembarnya. Permintaan ini menunjukkan bahwa tradisi ini tidak hanya tentang ritual, tetapi juga mencerminkan hubungan keluarga dan kepercayaan masyarakat terhadap budaya lokal.
Adinda Nesya Salsabila (6) asal Wonosobo meminta ponsel baru dan hiburan lengger. Hal ini menunjukkan perkembangan zaman yang turut memengaruhi tradisi. Sementara itu, Aisyah Alifah Syaefudin (6) dari Batang meminta dua gelang emas dan buku belajar lengkap. Yulviana (12) dari Garung menginginkan ponsel, buah rambutan, dan jambu air. Semua permintaan ini memberikan gambaran tentang harapan dan kebutuhan anak-anak dalam konteks budaya dan modernitas.
Permintaan yang paling mencolok datang dari Shajfa Syaqila Sakennarava (4), yang meminta ponsel, sepatu roda, serta ingkung ayam dan bebek. Ghibran Althaf Dhaifullah (12) dari Wonosobo meminta sebuah tablet yang akan digunakan untuk belajar. Sedangkan Faedza Ahmad Afghani (7) dari Kulonprogo memilih mobil remot sebagai permintaannya. Semua permintaan ini menunjukkan bahwa meski tradisi tetap dijaga, masyarakat juga membawa unsur modern dalam ritual tersebut.
Sebelum prosesi pencukuran rambut dilakukan, anak-anak tersebut diarak dalam kirab budaya menggunakan andong dari rumah ketua adat menuju Candi Arjuna. Dalam kirab, mereka membawa barang permintaan serta tumpeng untuk selamatan. Kirab kali ini terasa lebih meriah karena melibatkan ratusan partisipan yang mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah, sesuai dengan tema DCF 2025, “Back to The Culture.”
DCF tahun ini berlangsung selama dua hari. Hari pertama diisi dengan kegiatan sosial dan budaya, seperti aksi Dieng Bersih, Kongkow Budaya, Symphony Dieng, serta penerbangan lampion. Hari kedua ditutup dengan prosesi pencukuran rambut gimbal di kompleks Candi Arjuna. Acara ini tidak hanya menjadi ajang pelestarian budaya, tetapi juga menjadi sarana promosi pariwisata yang berkelanjutan.
Bupati Banjarnegara, dr. Amalia Desiana, menyatakan bahwa DCF yang dulunya dimulai dari inisiatif warga lokal, kini telah menjadi acara budaya bertaraf nasional hingga internasional. Ia berharap festival ini terus mendorong pariwisata berkelanjutan yang menjaga alam, budaya, serta meningkatkan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, DCF 2025 tidak hanya sekadar festival, tetapi juga menjadi representasi dari keberlanjutan budaya dan ekonomi lokal.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!