
Peran India dalam Pertumbuhan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia
Di tengah dinamika pasar global, India berpotensi menjadi negara tujuan utama ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia. Prediksi ini menunjukkan pergeseran dari China, yang selama ini menjadi pasar terbesar bagi produk Indonesia. Dalam beberapa tahun ke depan, India diharapkan mampu memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya pada kuartal III/2025.
Selama Januari-Juli 2025, India berhasil menjadi salah satu negara tujuan ekspor nonmigas terbesar Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas ke China mencapai US$34,4 miliar atau 22,64% dari total ekspor, sedangkan AS sebesar US$17,8 miliar (11,75%) dan India US$10,8 miliar (7,14%). Hal ini menunjukkan peningkatan signifikan dari India sebagai mitra dagang utama.
Ekspor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar terhadap total ekspor nonmigas, yaitu sebesar 80%. Pertumbuhannya mencapai 17,4% dibandingkan Januari-Juli 2024, didorong oleh peningkatan ekspor CPO. Pada Juli 2025, ekspor industri pengolahan meningkat sebesar 21,98% dibandingkan Juli 2024, dengan CPO menjadi faktor utama pendukungnya. Namun, ekspor produk pertambangan mengalami penurunan hingga 28,35% akibat turunnya ekspor batu bara.
Perubahan Pola Pasar Ekspor
Menurut analisis ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet, ekspor CPO masih menjadi komoditas andalan. Namun, terjadi pergeseran pola permintaan dari China, yang selama ini menjadi pasar terbesar. Penurunan permintaan tersebut membuat India menjadi alternatif yang lebih menjanjikan.
India dikenal sebagai pasar minyak nabati terbesar dunia dengan konsumsi yang terus meningkat. Selain itu, negara ini sering membuka peluang melalui penurunan bea masuk. Hal ini menjadikannya sebagai pilihan strategis untuk ekspor CPO Indonesia.
Namun, Yusuf menyampaikan bahwa ketergantungan penuh pada India tidak tanpa risiko. Negara ini mulai mengembangkan perkebunan sawit domestik serta sering kali mengubah kebijakan impor. Di sisi lain, persaingan dari minyak nabati lain seperti kedelai dan bunga matahari tetap tinggi.
Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Meski India bisa menahan dampak penurunan permintaan dari China, namun tidak akan mampu menggantikan seluruh volume ekspor yang hilang. Kinerja ekspor Indonesia diperkirakan masih tumbuh, meskipun mulai terdampak akibat penerapan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS). Namun, pasar alternatif di Asia seperti India bisa menjadi bantalan untuk komoditas CPO.
Kunci keberhasilan, menurut Yusuf, terletak pada diversifikasi pasar, efisiensi biaya, dan diplomasi perdagangan agar ekspor tetap tumbuh sesuai target meski lanskap global penuh ketidakpastian.
Kontribusi Ekspor ke India
Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) di Agustus 2025 menunjukkan bahwa negara tujuan ekspor produk kelapa sawit meliputi China (283.000 ton), India (224.000 ton), Afrika (125.000 ton), Pakistan (69.000 ton), Rusia (65.000 ton), AS (58.000 ton), Bangladesh (47.000 ton), Malaysia (39.000 ton), dan Uni Eropa (10.000 ton).
Dari data BPS, India juga menjadi negara penyumbang surplus neraca perdagangan nonmigas Indonesia terbesar kedua yakni US$8,13 miliar. Produk ekspor Indonesia ke India yang menyumbang surplus terbesar meliputi bahan bakar mineral US$3,29 miliar, lemak dan minyak hewan/nabati US$2,20 miliar, serta besi dan baja US$900 juta.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan bahwa pada kuartal III/2025, konsumsi rumah tangga masih belum kuat. Hal ini disebabkan oleh ekspektasi konsumen menengah ke bawah yang menurun serta lapangan kerja yang masih terbatas. Namun, ekspor diperkirakan tetap kuat berkat produk pertanian dan manufaktur, khususnya komoditas minyak kelapa sawit ke India seiring penurunan bea impor.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti AS, China, Uni Eropa, dan Jepang diperkirakan melambat. Namun, India diperkirakan memiliki pertumbuhan yang lebih stabil. Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh kecenderungan melemahnya dolar terhadap mata uang dunia, termasuk Asia.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!