
Mantan Ketua PN Jakarta Pusat Akui Diterima Tawaran Uang USD 1 Juta dalam Kasus CPO
Dalam persidangan kasus dugaan suap vonis lepas terkait perkara persetujuan ekspor minyak kelapa sawit (CPO), mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rudi Suparmono, mengungkapkan bahwa dirinya pernah ditawari uang sebesar USD 1 juta oleh seseorang bernama Agusrin Maryono. Tawaran tersebut disampaikan sebagai bentuk bantuan dalam penyelesaian perkara CPO.
Rudi menyampaikan pengakuan ini saat menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Menurutnya, pertemuan dengan Agusrin terjadi setelah ia dilantik sebagai Ketua PN Jakarta Pusat pada April 2024. Awalnya, Agusrin hanya menyampaikan ucapan selamat atas pelantikannya. Namun, beberapa waktu kemudian, Agusrin mulai menyebutkan adanya perkara yang sedang ditangani, khususnya terkait CPO.
"Setelah itu beberapa kesempatan kemudian, kedua atau ketiga datang kemudian, beliau menyampaikan ada perkara yang ditangani, CPO," kata Rudi dalam persidangan. Saat ditanya lebih lanjut oleh jaksa, Rudi menjelaskan bahwa Agusrin tidak secara spesifik menyebutkan korporasi tertentu, tetapi menyebutkan bahwa perkara tersebut berkaitan dengan CPO.
Jaksa kemudian bertanya apakah yang dimaksud adalah perkara CPO korporasi. Rudi hanya menjawab singkat "CPO". Selanjutnya, jaksa menanyakan permintaan yang disampaikan oleh Agusrin. Rudi menjelaskan bahwa Agusrin hanya meminta bantuan dalam perkara tersebut tanpa spesifikasi detail.
"Permintaan Agusrin waktu itu hanya mohon dibantu saja, tidak ada spesifik ngomong apa, enggak, mohon dibantu," jawab Rudi. Jaksa kemudian bertanya apakah maksud dari "mohon dibantu" itu berarti membantu agar perkara tersebut diputus bebas. Rudi menjawab bahwa tidak ada pembicaraan terkait putusan bebas.
Pertemuan berikutnya antara Rudi dan Agusrin terjadi sekitar satu minggu setelah permintaan awal. Pada pertemuan tersebut, Agusrin menawarkan uang sebesar USD 1 juta kepada Rudi. "Saat itu beliau menawarkan ke saya uang 1 juta dolar [USD]," ungkap Rudi. Saat ditanya apa permintaannya, Rudi hanya menjawab "bantuan tadi".
Menurut Rudi, tidak ada permintaan spesifik yang disampaikan oleh Agusrin. Bahkan, ia tidak bertanya lebih lanjut tentang konteks bantuan tersebut. Meskipun uang yang ditawarkan sangat besar, Rudi tidak memberikan komentar apapun saat itu.
Selain kasus CPO, Rudi juga terlibat dalam kasus hukum lain terkait penerimaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dan gratifikasi terkait jabatannya. Ia diadili dalam kapasitas sebagai Eks Ketua PN Surabaya sebelum pindah ke Jakarta. Rudi akhirnya divonis 7 tahun penjara dalam kasus tersebut.
Dalam kasus CPO, tiga orang hakim, yaitu Djuyamto, Agam Syarief, dan Ali Muhtarom, didakwa menerima suap dan gratifikasi. Mereka didakwa bersama-sama dengan eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, dan mantan Panitera Muda PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan. Keseluruhan mereka didakwa menerima total uang suap sebesar Rp 40 miliar dalam menjatuhkan vonis lepas dalam perkara persetujuan ekspor CPO.
Uang suap senilai Rp 40 miliar itu diterima dari beberapa pihak, termasuk Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M. Syafe'i, yang merupakan advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Uang tersebut dibagi-bagi antara Arif, Wahyu, dan tiga hakim yang mengadili perkara tersebut.
Arif didakwa menerima bagian suap sebesar Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima sekitar Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima Rp 9,5 miliar, serta Agam Syarief dan Ali Muhtarom masing-masing mendapatkan bagian uang suap senilai Rp 6,2 miliar. Mereka semua didakwa melanggar berbagai pasal terkait korupsi dan gratifikasi.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!