
Tantangan yang Menghiasi Dunia Pekerjaan
Badai PHK terus menghantui dunia pekerjaan, di tengah ketidakpastian ekonomi, konflik geopolitik, dan munculnya teknologi kecerdasan buatan (AI). Banyak profesi yang dulunya populer kini mulai tidak relevan. Bahkan lulusan universitas ternama dengan jurusan yang sering diminati pun tidak menjamin kemudahan mendapatkan pekerjaan. Salah satu contohnya adalah jurusan Ilmu Komputer, yang beberapa tahun lalu sempat menjadi primadona.
Dulu, jurusan Ilmu Komputer disebut sebagai pencetak tenaga kerja bergaji tinggi. Namun, perkembangan AI yang pesat telah mengubah situasi tersebut. Kini, jurusan ini tidak lagi menjadi jurusan 'emas' seperti dulu. Pengangguran dari lulusan Ilmu Komputer terpantau meningkat, terutama di Amerika Serikat (AS). Menurut The Federal Reserve Bank of New York, jurusan ini menduduki peringkat ke-7 dengan tingkat pengangguran tertinggi, yakni sebesar 6,1%. Angka ini mencerminkan dampak dari PHK yang meluas di seluruh industri teknologi, termasuk di perusahaan besar seperti Amazon dan Google.
Tingkat pengangguran di jurusan ini sedikit di belakang jurusan-jurusan 'tradisional' lainnya seperti Fisika (7,8%) dan Antropologi (9,4%). Michael Ryan, seorang pakar keuangan, menyampaikan bahwa banyak anak dengan laptop merasa mereka bisa menjadi Zuckerberg berikutnya, padahal kebanyakan tidak memiliki level kompetensi paling minimal sekalipun.
Teknik Komputer, yang sering kali tumpang tindih dengan Ilmu Komputer di banyak universitas, menunjukkan tingkat pengangguran yang lebih tinggi, yaitu 7,5%. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang prospek pekerjaan di bidang tersebut. Sebaliknya, jurusan seperti Ilmu Gizi, Jasa Konstruksi, dan Teknik Sipil mencatatkan tingkat pengangguran terendah, berkisar antara 1% hingga 0,4%.
Menurut konsultan SDM Bryan Driscoll, jurusan Ilmu Komputer telah lama dimanjakan dengan mimpi yang tidak sesuai kenyataan. Ia juga menyebutkan bahwa utang mahasiswa yang besar dan pasar yang lebih mengutamakan silsilah daripada potensi menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Laporan terbaru oleh Oxford Economics, yang dikutip oleh CBS News, menemukan bahwa lulusan baru yang menganggur menyumbang 12% dari kenaikan 85% tingkat pengangguran AS sejak pertengahan 2023, meskipun hanya menyumbang 5% dari total angkatan kerja. Laporan ini mengaitkan peningkatan pengangguran lulusan baru dengan ketidaksesuaian antara meningkatnya jumlah pemegang gelar dan menurunnya permintaan bisnis di bidang tertentu. Kesenjangan ini paling menonjol di sektor teknologi, di mana lulusan ilmu komputer lebih banyak jumlahnya daripada lulusan dari disiplin ilmu lainnya.
Meskipun Ilmu Komputer tetap menjadi salah satu bidang sarjana yang paling cepat berkembang, menurut Pusat Statistik Pendidikan Nasional, bidang ini juga sangat rentan terhadap otomatisasi. Kemajuan AI telah meningkatkan kekhawatiran tentang stabilitas pekerjaan jangka panjang bagi para profesional di industri ini.
Matthew Martin, ekonom senior AS di Oxford Economics, menyampaikan bahwa ada ketidaksesuaian antara permintaan bisnis dan pasokan tenaga kerja secara keseluruhan. Ia menambahkan bahwa hal itu sangat terkonsentrasi di sektor teknologi.
Pesan Menohok Bos Nvidia
Sejalan dengan kekhawatiran terhadap nasib lulusan Ilmu Komputer, CEO Nvidia Jensen Huang menyatakan bahwa manusia tidak perlu lagi belajar Ilmu Komputer. Sebab, di masa depan, komputer akan semakin canggih dan manusia tidak perlu membuat pemrograman yang rumit. Ia menyebut hal ini sebagai demokratisasi industri teknologi.
Huang menjelaskan bahwa semua orang akan semakin melek teknologi berkat perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI). "Kami akan membuat komputer jadi lebih pintar, sehingga tak ada lagi yang perlu belajar ilmu komputer untuk membuat pemrograman komputer," katanya dalam wawancara bersama Jim Cramer di CNBC International.
Ia menambahkan bahwa tujuan AI adalah membuat komputer mengerti bahasa manusia. Saat ini, manusia yang perlu memahami bahasa komputer untuk menciptakan inovasi. Oleh karena itu, profesi computer engineer menjadi incaran, dan jurusan IT pun menjadi pilihan bagi lulusan SMA yang ingin mendaftar kuliah karena masa depannya dinilai gemilang.
"Komputer harus bisa memahami apa yang manusia inginkan dan tujuan manusia. Manusia hanya perlu memberikan perintah untuk komputer dengan bahasa manusia, agar mereka mengerjakan apa yang dibutuhkan manusia," ujar Huang.
Ia menyatakan bahwa di masa depan, manusia akan melihat pabrik-pabrik dijalankan oleh serangkaian robot canggih. Meski begitu, ia tidak sepakat jika disebut robot akan menggantikan manusia. Robot-robot yang diciptakan oleh AI perlu dilatih oleh manusia untuk menjadi produktif. Data akan dipelajari dan dianalisa dari pergerakan manusia sehari-hari.
Peran manusia sangat krusial dalam pelatihan robot, sehingga Huang memprediksi manusia tidak akan jadi pengangguran. "Ini justru akan menciptakan lapangan pekerjaan dan membuat perusahaan lebih produktif," katanya. "Ketika perusahaan lebih produktif, pendapatan mereka akan naik. Ketika itu terjadi, mereka akan merekrut lebih banyak karyawan."
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!