Kebosanan Emosional Gen Z: Tekanan Sosial, Kehilangan Energi, dan Pencarian Diri

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Fenomena Burnout pada Generasi Z: Penyebab dan Dampak yang Perlu Diperhatikan

Burnout semakin menjadi isu penting, terutama di kalangan Generasi Z. Mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 kini menghadapi tekanan lebih berat dibanding generasi sebelumnya. Sejak beberapa tahun terakhir, khususnya setelah pandemi, kasus burnout dilaporkan meningkat pesat, baik dalam lingkungan akademik maupun dunia kerja.

Fenomena ini muncul di berbagai tempat, termasuk lingkungan kampus, tempat kerja, hingga kehidupan sosial digital. Menurut penelitian dari Universitas Bina Nusantara (2024), burnout di kalangan Gen Z berakar pada ambisi tinggi dan ekspektasi besar, baik dari diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Tekanan untuk selalu berprestasi membuat mereka rentan kehilangan arah dan identitas diri.

Apa Itu Burnout pada Generasi Z?

Burnout adalah kondisi kelelahan emosional, mental, dan fisik akibat tuntutan yang berlebihan. Gejalanya meliputi rasa lelah berkepanjangan, menurunnya motivasi, serta perasaan terasing dari lingkungan. Studi dari ResearchGate (2024) mencatat bahwa kasus burnout di kalangan Gen Z semakin meningkat, terutama karena jam kerja panjang, kurangnya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, serta budaya hustle yang masih dominan.

Mengapa Generasi Z Rentan Terkena Burnout?

Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Jurnal Ekobis Unissula (2023) menyatakan bahwa Gen Z cenderung menetapkan standar tinggi terhadap dirinya sendiri. Di sisi lain, paparan media sosial membuat mereka terus membandingkan diri dengan orang lain. Akibatnya, muncul rasa cemas, merasa tidak cukup baik, dan sulit puas.

Tekanan juga datang dari dunia pendidikan. Artikel dalam Jurnal Ilmiah Inovasi Pendidikan (2023) menyebutkan bahwa banyak mahasiswa Gen Z mengalami stres akademik, mulai dari tugas yang menumpuk, persaingan ketat, hingga tuntutan untuk segera sukses. Kondisi ini berkontribusi langsung terhadap risiko burnout yang semakin tinggi.

Data yang Menunjukkan Tingkat Burnout pada Gen Z

Menurut data dari Journal Sadewa (2024), lebih dari 60 persen mahasiswa Gen Z yang diteliti mengaku mengalami gejala burnout ringan hingga sedang. Bahkan, sekitar 25 persen di antaranya berada pada kategori burnout berat yang membutuhkan intervensi profesional. Angka ini menunjukkan bahwa masalah burnout bukan sekadar isu sepele, tetapi fenomena nyata yang perlu diperhatikan bersama.

Dampak Burnout pada Kehidupan Harian

Burnout tidak hanya menurunkan produktivitas, tetapi juga berdampak pada kesehatan mental. Generasi Z yang mengalami burnout cenderung lebih mudah merasa putus asa, sulit fokus, dan kehilangan minat terhadap aktivitas sehari-hari. Penelitian di Lintar Untar (2022) menambahkan bahwa burnout berkorelasi dengan meningkatnya risiko depresi, gangguan kecemasan, hingga keinginan untuk menarik diri dari lingkungan sosial.

Psikolog klinis juga menyoroti dampak jangka panjang. Jika tidak ditangani, burnout bisa menurunkan performa kerja, mengganggu hubungan sosial, hingga memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan. "Gen Z adalah generasi yang dinamis, kreatif, dan adaptif. Namun, jika tekanan dibiarkan tanpa ruang pemulihan, potensi besar mereka justru bisa terkikis," ujar salah satu psikolog dalam laporan BINUS (2024).

Cara Mengatasi Burnout

Ahli psikologi menyarankan beberapa langkah preventif, seperti menjaga keseimbangan antara kerja dan waktu istirahat, membatasi konsumsi media sosial, serta memperkuat support system dari teman dan keluarga. Selain itu, penting bagi individu untuk mengenali tanda-tanda burnout sejak dini, seperti rasa lelah yang terus-menerus atau kehilangan semangat terhadap hal-hal yang biasanya disukai.

Institusi pendidikan dan perusahaan juga diharapkan lebih peduli. Misalnya, kampus dapat menyediakan layanan konseling gratis, sementara perusahaan bisa memberikan program kesehatan mental atau menerapkan kebijakan jam kerja yang lebih fleksibel. Pemerintah pun memiliki peran dalam membangun kesadaran publik tentang pentingnya kesehatan mental, sekaligus menyediakan akses layanan psikologis yang terjangkau.

Tanggung Jawab Bersama dalam Menghadapi Burnout

Fenomena ini bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga lembaga pendidikan, organisasi, dan pemerintah. Dibutuhkan kesadaran kolektif bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan pencapaian akademik maupun karier. Dengan langkah nyata, burnout yang semakin marak di kalangan Gen Z bisa ditekan sebelum berdampak lebih luas.

Pada akhirnya, memahami fenomena burnout di kalangan Generasi Z penting agar kita tidak hanya menyoroti prestasi mereka, tetapi juga kesejahteraan emosional yang kerap terabaikan. Sebab, generasi ini adalah aset masa depan yang perlu dijaga agar tetap sehat, produktif, dan berdaya saing.