
Tantangan HRD dalam Merekrut Pegawai di Era Sekarang
Di tengah banyaknya pencari kerja yang mencoba mendapatkan pekerjaan, terdapat fakta mengejutkan bahwa para HRD justru mengalami kesulitan dalam menemukan kandidat yang sesuai kebutuhan perusahaan. Fenomena ini memicu pertanyaan: bagaimana mungkin saat angka pencari kerja tinggi, tetapi proses rekrutmen justru semakin sulit?
Menurut laporan Work Change terbaru dari LinkedIn, lebih dari 40 persen pencari kerja kini melamar posisi yang lebih banyak dibanding sebelumnya. Namun, meskipun jumlah pelamar meningkat, perusahaan justru semakin jarang memberikan panggilan balik. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki oleh pencari kerja dan kebutuhan industri.
Penyebab Kesulitan HRD dalam Merekrut Pegawai
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan HRD kesulitan dalam mencari pegawai, meskipun jumlah lamaran kerja cukup besar:
-
Kemampuan Para Pelamar
Banyak lamaran masuk, tetapi mayoritas tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan perusahaan. Survei LinkedIn menemukan bahwa 73 persen HRD menyatakan kurang dari separuh pelamar memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Masalah ini tidak hanya terkait hard skill, tetapi juga soft skill seperti berkomunikasi, kerja sama tim, hingga kemampuan adaptasi. Akibatnya, HRD harus bekerja lebih keras untuk menyaring ribuan lamaran yang sebagian besar tidak relevan. -
Persepsi Terhadap Stabilitas Industri
Beberapa sektor dianggap kurang stabil, sehingga pencari kerja enggan bergabung. Contohnya, industri real estate yang sedang mengalami kesulitan, 60 persen pemberi kerja mengaku kesulitan menemukan pekerja. Tingginya suku bunga dan fluktuasi pasar membuat sektor ini tampak berisiko. Kandidat dengan keahlian pemasaran, analisis, dan penjualan akhirnya lebih memilih industri lain yang dinilai lebih aman, seperti teknologi atau layanan digital. -
Kondisi Kerja Kurang Menarik
Sektor perhotelan, hiburan, dan FnB (food and beverage) juga menghadapi kendala besar dalam rekrutmen, meski permintaan tenaga kerja meningkat setelah pandemi. Sekitar 55 persen pemberi kerja di bidang ini mengaku kesulitan menarik pegawai. Jam kerja panjang, beban tinggi, serta kompensasi yang dianggap tidak sebanding membuat banyak pencari kerja menghindari sektor ini. -
Kekurangan Talent Teknis di Industri Manufaktur
Industri manufaktur, termasuk kimia dan material canggih, menghadapi kesenjangan tenaga kerja terampil. Sekitar 40 persen hingga 50 persen perusahaan mengaku kesulitan menemukan kandidat dengan kompetensi teknis sesuai kebutuhan. Generasi muda cenderung menghindari pekerjaan di lini produksi yang dianggap monoton dan kurang fleksibel. -
Kurangnya Investasi pada Pengembangan SDM
Perusahaan sering kali hanya menunggu kandidat tanpa menyiapkan program pelatihan memadai. Padahal, banyak kandidat potensial bisa berkembang bila diberi kesempatan mengasah keterampilan di tempat kerja. HRD yang terlalu fokus mencari kandidat "sempurna" justru berisiko kehilangan talenta yang sebenarnya bisa dilatih sesuai kebutuhan perusahaan.
Solusi dan Tindakan yang Diperlukan
Fenomena ini menunjukkan bahwa tantangan perekrutan di era sekarang bukan sekadar soal jumlah pelamar, melainkan kecocokan keterampilan dengan kebutuhan industri. Jika tidak segera dijembatani, jurang antara pencari kerja dan perusahaan akan semakin lebar.
Bagi HRD, kunci utamanya adalah berfokus pada keterampilan, bukan sekadar gelar atau jabatan. Sementara itu, bagi pencari kerja, penting untuk meningkatkan kompetensi, baik teknis maupun soft skill, agar tidak hanya mengirim lamaran, tapi juga menjadi kandidat yang dicari perusahaan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!