
Fenomena Gen Z yang Terjebak dalam Utang dan Pinjaman Online
Generasi Z, yang dikenal sebagai generasi digital, sering kali terlihat aktif di media sosial. Mereka cenderung lebih fokus pada membangun konten daripada mengelola keuangan pribadi. Hal ini membuat banyak dari mereka tidak sadar bahwa gaya hidup yang mereka tampilkan bisa justru merugikan diri sendiri.
Banyak Gen Z memilih jalur cepat untuk memenuhi keinginan, seperti berhutang atau menggunakan layanan pay later. Meskipun langkah ini terlihat praktis, risiko utang yang menumpuk sangat besar. Tanpa perencanaan anggaran yang matang, tabungan yang tidak ada, dan pengeluaran yang tidak terkendali, Gen Z akhirnya kesulitan mengatur keuangan dan merancang masa depan.
Berikut adalah beberapa faktor yang membuat Gen Z rentan terjebak dalam lingkaran utang:
1. Pengaruh Media Sosial dan FOMO
Media sosial memiliki dampak besar terhadap gaya hidup konsumtif Gen Z. Koneksi antara media sosial dan belanja online memperkuat rasa FOMO (Fear of Missing Out) terhadap tren gaya hidup yang terus berganti. Banyak Gen Z terpengaruh oleh konten konsumtif dan ingin meniru gaya hidup para influencer atau public figure yang mereka idolakan.
Akibatnya, mereka rela berhutang hanya untuk memenuhi standar sosial media yang sebenarnya tidak mereka sanggupi. Dengan demikian, Gen Z sering kali terjebak dalam siklus utang demi menunjukkan citra yang tidak sesuai dengan kemampuan finansial.
2. Perilaku Belanja Impulsif
Gen Z sering kali melakukan belanja impulsif, terutama saat berbelanja online. Mereka cenderung membeli barang tanpa pertimbangan matang, bahkan ketika barang tersebut bukan kebutuhan primer. Contohnya, mereka mungkin membeli produk branded, skincare mahal, atau jajan berlebihan meskipun belum memenuhi kebutuhan dasar.
Untuk mengurangi kebiasaan ini, Gen Z bisa mencoba menunda pembelian selama 3-7 hari. Dengan cara ini, mereka bisa memastikan apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya keinginan sesaat.
3. Kecanduan Layanan Pay Later
Fitur pay later memberikan kemudahan bagi Gen Z dalam berbelanja. Prinsip "beli sekarang, bayar nanti" membuat mereka mudah tergoda untuk berbelanja tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial. Namun, penggunaan pay later yang tidak bijak justru membuat Gen Z kesulitan mengatur pengeluaran.
Banyak cicilan yang menumpuk dan nominal yang besar membuat Gen Z semakin sulit membayarnya di masa depan. Akibatnya, utang terus meningkat dan menjadi beban berat.
4. Tidak Mampu Membedakan Kebutuhan dan Keinginan
Di era digital, batas antara kebutuhan dan keinginan semakin kabur. Banyak produk yang awalnya merupakan kebutuhan primer kini dikemas menjadi barang mewah dan eksklusif. Hal ini membuat Gen Z percaya bahwa barang tersebut harus dibeli, padahal tidak benar-benar diperlukan.
Akibatnya, dompet Gen Z cepat kering hanya demi mengikuti tren dan citra yang dibangun oleh media sosial.
5. Malas Menabung
Kebiasaan Gen Z yang sering ditemui adalah tidak mau menabung. Pengeluaran mereka terus berjalan, tetapi pemasukan tidak diatur dengan baik. Gen Z lebih memilih menghabiskan uang untuk keinginan sesaat daripada berinvestasi untuk jangka panjang.
Akibatnya, ketika situasi darurat seperti PHK, sakit, atau kecelakaan terjadi, Gen Z tidak memiliki cadangan dana dan semakin mudah terjerat utang.
6. Tidak Memiliki Rencana Anggaran Keuangan
Literasi keuangan yang rendah membuat Gen Z kesulitan menyusun anggaran bulanan yang jelas. Tanpa adanya perencanaan keuangan yang matang, mereka cenderung menghabiskan uang untuk kebutuhan yang tidak penting.
Saat dana habis, sebagian Gen Z justru memanfaatkan pay later atau berhutang demi menutup kebutuhan sehari-hari. Kebiasaan ini memperbesar risiko keuangan jangka panjang karena tidak ada planning dan kontrol yang tegas pada pengeluaran.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!