
Aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) Baru untuk Beras Medium dan Premium
Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah menetapkan aturan terbaru mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium dan premium melalui Surat Keputusan Nomor 299 Tahun 2025. Dokumen ini ditandatangani oleh Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi pada 22 Agustus 2025. Aturan ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras di berbagai wilayah Indonesia.
Dalam kebijakan tersebut, harga beras dibagi berdasarkan zona wilayah agar sesuai dengan kondisi ekonomi dan biaya produksi masing-masing daerah. Untuk beras medium, harga terendah yang ditetapkan adalah Rp 13.500 per kilogram (kg). Wilayah yang mendapatkan tarif ini antara lain Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sementara itu, untuk beras premium di wilayah-wilayah tersebut, harga yang ditetapkan adalah Rp 14.900 per kg. Namun, harga tertinggi untuk beras medium dan premium tercatat di Maluku dan Papua. Di sana, beras medium dipatok seharga Rp 15.500 per kg dan beras premium seharga Rp 15.800 per kg.
Wilayah lainnya memiliki rentang harga yang lebih rendah, yaitu antara Rp 14.000 hingga Rp 15.400 per kg, baik untuk beras medium maupun premium. Hal ini menunjukkan bahwa harga beras tidak sepenuhnya seragam di seluruh Indonesia, tetapi disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kemampuan masyarakat setempat.
Selain menentukan harga, keputusan ini juga mencakup standar mutu beras yang harus dipenuhi. Untuk beras medium, salah satu syarat utama adalah kadar air maksimal 14 persen dan butir patah maksimal 25 persen. Sementara itu, untuk beras premium, standar mutu lebih ketat. Contohnya, butir patah tidak boleh melebihi 15 persen, serta harus bebas dari gabah maupun benda asing lainnya.
Dengan adanya kebijakan ini, HET beras medium dan premium akan resmi berlaku sejak tanggal 22 Agustus 2025. Langkah ini diharapkan dapat membantu mencegah fluktuasi harga yang terlalu besar dan memastikan ketersediaan beras yang cukup bagi masyarakat.
Meskipun kebijakan ini telah dikeluarkan, masih ada beberapa pertanyaan mengenai pelaksanaannya. Salah satunya adalah bagaimana pemerintah akan memantau dan menegakkan aturan ini di lapangan. Selain itu, apakah pengawasan terhadap kualitas beras akan dilakukan secara ketat?
Beberapa pihak juga khawatir tentang dampak kebijakan ini terhadap para petani dan produsen beras. Jika harga eceran terbatas, apakah produsen akan tetap mendapat keuntungan yang cukup? Bagaimana dengan distribusi beras yang kurang merata di beberapa wilayah?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah, lembaga pengawasan, dan pelaku usaha. Dengan begitu, kebijakan ini dapat berjalan efektif dan memberikan manfaat bagi semua pihak.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!