
Pengalaman Berharga dalam Operasi Pencarian Helikopter di Hutan Kalimantan Selatan
Pencarian helikopter PK-RGH yang mengangkut delapan orang di hutan Desa Emil, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanahbumbu, Kalimantan Selatan, menjadi pengalaman berharga bagi banyak pihak. Proses pencarian dan evakuasi ini tidak mudah karena harus melalui berbagai tantangan seperti hujan deras, hutan lebat, serta tanjakan dan turunan yang ekstrem.
Dua mahasiswa semester akhir Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) serta anggota Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Piranha, Muhammad Sami dan Ilhamsyah, juga ikut dalam operasi ini. Meski belum memiliki pengalaman langsung dalam operasi search and rescue (SAR), keduanya tergerak untuk bergabung dengan tim gabungan mencari helikopter yang hilang kontak pada Senin (1/9) pukul 08.54 Wita.
Mereka memutuskan untuk ikut berpartisipasi karena memiliki keahlian dalam menjelajah hutan dan naik gunung. Bersama sejumlah anggota Mapala lainnya, mereka berangkat dari Kota Banjarbaru. Perjalanan sekitar tiga jam menggunakan mobil membawa rombongan ke posko pencarian di Mantewe.
Perjalanan menuju titik koordinat yang ditentukan tidak mudah. Tim gabungan harus menyibak hutan dengan vegetasi lebat dan terjal yang belum pernah terjamah manusia. Pada Rabu (3/9) siang, tim mencapai kordinat yang ada di tebing gunung. Namun, mereka tidak menemukan tanda-tanda adanya heli. Tim kemudian memutuskan kembali ke punggung gunung.
Ilham menceritakan bahwa saat itu mereka melakukan diskusi dan menghitung ketinggian heli yang diinformasikan sebesar 2.700 feet (sekitar 822 meter). Sementara itu, punggung gunung hanya sekitar 700 feet (sekitar 213 meter). Dari hasil perhitungan tersebut, mereka menyimpulkan kemungkinan heli tidak nabrak gunung, melainkan melewatinya. Oleh karena itu, tim bersama warga lokal memutuskan untuk langsung ke puncak supaya bisa melihat lebih luas.
Setelah beristirahat dan makan, mereka melanjutkan perjalanan dengan membuka jalur ke puncak. Dari puncak, mereka turun dan membuka jalur baru di kemiringan 50 derajat. Mereka juga memperhatikan arah penerbangan heli. Helikopter milik Eastindo Air Jakarta itu hilang kontak empat menit setelah bertolak dari Bandara Gusti Sjamsir Alam (GSA) Kotabaru. Heli tengah menuju Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dan diperkirakan tiba pukul 10.15 WIB.
Sekitar 20 menit turun tepatnya pada pukul 14.45 Wita, mereka yang berada di barisan belakang mendengar teriakan warga lokal yang ada di depan. “Yang awal melihat warga yang buka jalur. Mereka mengira terpal. Ketika didekati ternyata ekor heli,” ujar Ilham.
Namun badan heli tidak ada. Tim pun berpencar melanjutkan pencarian. Badan heli ditemukan di lokasi yang lebih rendah sekitar 100 meter dalam kondisi hangus dan hancur. Korban pertama yang mereka temukan berada di antara ekor dan badan heli. Kondisinya utuh dan tidak terbakar.
“Kami juga melihat tiga mayat dalam kabin dan satu mayat di bawah sekitar 70 meter. Jadi ada dua korban yang di luar heli,” kata Sami. Hasil temuan disampaikan ke posko. Dari hasil koordinasi, Sami, Ilham dan sejumlah anggota tim mendapat tugas kembali ke posko serta membuat jalur evakuasi.
Delapan jenazah korban tiba di Rumah Sakit Bhayangkara Banjarmasin pada Jumat (5/9) untuk diidentifikasi. Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Kalsel pertama kali berhasil mengidentifikasi jenazah tiga warga asing yakni Mark Werren (68 tahun, warga Australia), Claudine Pereira Quito (57 tahun, warga Brasil) dan Santha Kumar Prabhakaran (56 tahun, warga India). Selanjutnya jenazah Iboy Irfan Rosa asal Kabupaten Kuantan Singingi Riau, teknisi heli Hendra Darmawan (Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan) dan Yudi Febrian Rahman (Pekan Baru, Riau).
Proses identifikasi kemudian dilakukan terhadap jenazah pilot Haryanto asal Makassar Sulawesi Selatan dan Andys Rissa Pasulu (Kota Balikpapan, Kalimantan Timur).
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!