
Apa Itu Daddy Issues dan Bagaimana Dampaknya?
Daddy issues adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan tantangan emosional yang dialami oleh orang dewasa, yang mungkin berasal dari pengalaman masa lalu. Pengalaman tersebut bisa berupa tumbuh tanpa kehadiran ayah atau memiliki hubungan dengan ayah yang tidak normal. Meskipun istilah ini sudah cukup dikenal dalam percakapan sehari-hari, banyak orang masih memahami secara salah.
Sebagai contoh, seseorang yang memiliki hubungan romantis dengan pasangan yang lebih tua seringkali dianggap memiliki daddy issues. Bahkan sekedar mencari validasi bisa membuat seseorang disebut memiliki masalah ini. Padahal, daddy issues bukan hanya tentang pilihan pasangan atau kebutuhan akan perhatian. Lebih dalam dari itu, masalah ini berkaitan dengan luka emosional, pola asuh yang tidak sehat, hingga perasaan tidak terpenuhi dari figur ayah di masa kecil.
Dampaknya bisa sangat luas, mulai dari cara seseorang membangun kepercayaan, menjaga harga diri, hingga kesehatan mental secara keseluruhan. Berikut penjelasan lengkap tentang daddy issues.
Penjelasan Psikologis di Balik Daddy Issues
Perlu diketahui bahwa istilah "daddy issues" bukanlah istilah medis resmi. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), kita tidak akan menemukan "daddy issues" sebagai gangguan mental yang diakui. Hal ini membuat banyak pakar keberatan dengan penggunaannya.
Amy Rollo, seorang psikoterapis berlisensi, menegaskan bahwa ia tidak percaya dengan istilah ini karena sering kali digunakan untuk meremehkan kebutuhan emosional, terutama pada perempuan. Setiap anak membutuhkan sosok dewasa yang konsisten dan dapat diandalkan untuk membentuk keterikatan yang aman (secure attachment). Jika hal ini tidak terbentuk—misalnya karena tidak adanya figur ayah atau hubungan dengan ayah yang penuh konflik—anak bisa mengembangkan pola keterikatan yang tidak aman, seperti avoidant (menghindar) atau anxious (cemas).
Pola keterikatan yang tidak aman inilah yang sering muncul kembali di masa dewasa, terutama dalam hubungan romantis, dan secara salah kaprah dilabeli sebagai “daddy issues”.
Tanda-Tanda Seseorang Mengalami Daddy Issues
Tanda-tanda daddy issues umumnya berhubungan dengan pola keterikatan yang tidak aman. Jika kebutuhan emosional tidak terpenuhi secara konsisten oleh orang tua atau figur ayah sejak kecil, hal ini bisa terbawa hingga dewasa dan terlihat dalam cara seseorang menjalin hubungan.
Beberapa tanda yang sering muncul antara lain:
- Cemas saat tidak bersama pasangan – Seseorang bisa merasa gelisah atau khawatir berlebihan ketika pasangannya tidak ada di dekatnya.
- Butuh banyak kepastian dalam hubungan – Mereka cenderung terus-menerus mencari validasi, misalnya dengan sering menanyakan apakah hubungan masih baik-baik saja.
- Melihat konflik kecil sebagai tanda hubungan gagal – Sedikit masalah atau sikap negatif dari pasangan bisa langsung dianggap pertanda buruk atau akhir dari hubungan.
Selain dalam hubungan romantis, tanda-tanda ini juga bisa memengaruhi hubungan pertemanan atau hubungan dekat lainnya. Dalam psikologi, kondisi ini bisa disebut sebagai attachment disorder atau gangguan keterikatan.
Dampak dan Cara Menangani Daddy Issues
Daddy issues bisa memengaruhi banyak aspek kehidupan seseorang. Dalam hubungan, sering kali muncul rasa tidak percaya, kecemasan berlebihan, hingga kesulitan menjaga kedekatan yang sehat. Dari sisi pribadi, hal ini dapat menurunkan kepercayaan diri dan membuat seseorang selalu merasa kurang layak dicintai.
Jika dibiarkan, dampaknya bisa berlanjut ke kesehatan mental seperti stres kronis, kecemasan, bahkan depresi. Namun, kabar baiknya adalah kondisi ini bukanlah sesuatu yang tidak bisa diatasi.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
- Konseling dengan terapis – Bantuan dari terapis berpengalaman bisa membantu menemukan pola keterikatan yang terbawa ke masa dewasa dan bagaimana hal itu memengaruhi hubungan saat ini.
- Membangun ulang keyakinan diri – Proses terapi sering kali melibatkan upaya untuk menyeimbangkan kembali keyakinan inti tentang harga diri, kemampuan untuk percaya pada orang lain, serta rasa kendali atas hidup sendiri.
- Mengembangkan keterampilan regulasi emosi – Belajar mengenali, memahami, dan mengelola emosi akan membuat seseorang lebih siap menghadapi konflik tanpa harus kembali pada pola lama yang tidak sehat.
Dengan pemahaman yang tepat dan bantuan yang tepat, seseorang bisa mengatasi daddy issues dan membangun hubungan yang lebih sehat serta stabil.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!