
Investasi Jangka Panjang dan Pengalaman Berharga
Investasi tidak hanya sekadar upaya untuk menambah kekayaan, tetapi juga bisa menjadi sarana pembelajaran dan pengalaman berharga. Setyono Djuandi Darmono, yang merupakan Direktur Utama PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), menjadikan investasi sebagai bentuk kontribusi nyata bagi masyarakat. Ia memilih mengalokasikan dana pada aset-aset berjangka panjang, khususnya di sektor riil.
Sejak kecil, ia percaya bahwa investasi adalah cara terbaik untuk menciptakan nilai jangka panjang. Setelah lulus dari Akademi Tekstil Berdikari, Bandung, pada tahun 1970, ia mulai bekerja di Imperial Chemical Industries (ICI) dalam bidang zat warna tekstil. Di sana, ia belajar bagaimana perusahaan yang lahir di desa kecil Blackley, Manchester, pada tahun 1926 bisa berkembang menjadi raksasa dunia. Pengalaman tersebut sangat memengaruhi pandangan hidupnya.
Selama bekerja di ICI selama sekitar 11 tahun, ia melihat langsung bahwa investasi bukan hanya tentang untung. Tetapi juga kesempatan untuk mengubah hidup banyak orang. Tujuan utamanya adalah menciptakan lapangan kerja dan manfaat bagi masyarakat.
Belajar dari Lee Kuan Yew
Pada tahun 1982, Darmono memutuskan masuk ke bisnis properti. Pada 1989, ia membentuk konsorsium 21 pemegang saham untuk mendirikan Kawasan Industri Jababeka. Dalam proses pendirian KIJA, ia belajar dari Perdana Menteri Lee Kuan Yew yang berhasil membangun Singapura. Konsep pendirian Jababeka adalah kota modern yang menyatukan industri, perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
Dengan pengalaman dan pengetahuannya, ia memilih tanah dan properti sebagai aset investasi pertamanya. Alasannya sederhana, karena aset tersebut jumlahnya terbatas, tetapi selalu dibutuhkan. Tanah tidak bisa diproduksi ulang, sementara kebutuhan manusia tidak pernah berhenti.
Diversifikasi Portofolio Investasi
Seiring waktu, Darmono mulai melakukan diversifikasi portofolio investasinya. Meski masih fokus pada sektor riil, kali ini ia juga masuk ke bidang infrastruktur, hospitality, pendidikan, dan pariwisata. Diversifikasi ini dilakukan agar pembangunan tidak hanya berhenti di properti, tetapi menyentuh sektor lain yang saling menguatkan.
Industri, infrastruktur, dan hospitality (pariwisata) dianggap sebagai tiga pilar pembangunan yang saling menopang. Investasi saat ini telah memberikan banyak keuntungan, termasuk pertumbuhan nilai aset dan jejaring global. Namun, perjalanan investasinya tidak selalu mulus.
Salah satu pengalaman paling berdampak adalah krisis moneter pada tahun 1997-1998. Kondisi itu memaksa Darmono untuk mengerem laju realisasi investasinya. Krisis tersebut membuatnya sadar bahwa investasi adalah lari maraton, bukan sprint. Hal ini membuatnya lebih hati-hati dan disiplin.
Fokus pada Sektor Riil
Hingga hari ini, investasi Darmono tetap fokus di sektor riil dengan porsi portofolionya sebesar 40% di properti, 40% di infrastruktur, dan 20% di hospitality (pendidikan dan pariwisata). Ia percaya sektor riil ini memberi dampak nyata bagi ekonomi dan masyarakat. Ia meyakini bahwa investasi tidak untuk mengejar keuntungan dengan cepat. Investor perlu memahami instrumen investasi yang dipilih, menyisihkan dana cadangan, dan melakukan diversifikasi.
Investasi itu bukan spekulasi, tapi penciptaan nilai berkelanjutan. Ke depan, Darmono akan tetap berinvestasi di sektor riil dan akan menaruh perhatian pada bioteknologi, ekonomi digital, serta art & design sebagai pilar baru pengembangan Jababeka.
Cinta Sejarah dan Menulis Buku
Pria 76 tahun ini senang membaca sejarah, menulis, berdiskusi, dan bermain golf. Ia juga pernah memimpin program-program wisata dan pelestarian, termasuk situs Warisan Dunia UNESCO seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Istana Ratu Boko, serta revitalisasi Kota Tua Jakarta.
Sebagai Chairman PT TWC Borobudur Prambanan Ratu Boko (Persero), ia mempromosikan budaya Indonesia dan menginisiasi proyek digitalisasi Candi Borobudur. Di bawah kepemimpinannya, digelar Sendratari Ramayana Prambanan dengan penari terbanyak di dunia yang berhasil masuk Guinness Book of World Record.
Selain bisnis, ia juga membangun President University dan aktif dalam Tidar Heritage Foundation. Alasannya karena ia percaya bahwa pendidikan adalah investasi terbesar dalam pembangunan. Bangunan megah bisa runtuh, tetapi manusia unggul akan terus melahirkan peradaban baru.
Semua perjalanan dan refleksi Darmono kemudian ditulis dan dirangkum dalam trilogi buku. Ketiga buku karya Darmono berjudul “Think Big, Start Small, Move Fast”, “Building A Ship While Sailing”, dan “Bringing Civilization Together”. Semua pengalaman dari membangun Jababeka sampai memikirkan masa depan bangsa, ia tulis dalam trilogi buku sebagai warisan gagasan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!